UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 2011
TENTANG
OTORITAS JASA KEUANGAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Otoritas
Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen
dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.
2. Dewan
Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan kolegial.
3. Kepala
Eksekutif adalah anggota Dewan Komisioner yang bertugas memimpin pelaksanaan
pengawasan kegiatan jasa keuangan dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada
Dewan Komisioner.
4. Lembaga
Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan,
Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan Lainnya.
5. Perbankan
adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan
kegiatan usahanya secara konvensional dan syariah sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang mengenai perbankan dan undang-undang mengenai perbankan syariah.
6. Pasar
Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan
Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang mengenai pasar modal.
7. Perasuransian
adalah usaha perasuransian yang bergerak di sektor usaha asuransi, yaitu usaha
jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi
asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa
asuransi terhadap timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti
atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang, usaha reasuransi, dan usaha
penunjang usaha asuransi yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian
kerugian asuransi dan jasa aktuaria, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
mengenai usaha perasuransian.
8. Dana
Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang
menjanjikan manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai
dana pensiun.
9. Lembaga
Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan dana atau barang modal sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan mengenai lembaga pembiayaan.
10. Lembaga
Jasa Keuangan Lainnya adalah pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan
ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masy
arakat yang bersifat wajib, meliputi
penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan, sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai pergadaian, penjaminan,
lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan,
dan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa
keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh OJK berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
11. Peraturan
OJK adalah peraturan tertulis yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner, mengikat
secara umum, dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
12. Peraturan
Dewan Komisioner adalah peraturan tertulis yang ditetapkan oleh Dewan
Komisioner dan mengikat di lingkungan internal OJK.
13. Bank
Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
14. Lembaga
Penjamin Simpanan adalah Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang mengenai lembaga penjamin simpanan.
15. Konsumen
adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan
yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan,
pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada
Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
16.
Pemerintah
adalah pemerintah Republik Indonesia.
17. Gubernur
Bank Indonesia adalah pemimpin merangkap anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia.
18. Menteri
Keuangan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.
19. Ketua
Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan adalah pemimpin merangkap anggota
Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan.
20. Ex-officio adalah jabatan seseorang pada
lembaga tertentu karena tugas dan
kewenangannya pada lembaga lain.
21. Komite
Etik adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas mengawasi kepatuhan
Dewan Komisioner, pejabat dan pegawai OJK terhadap kode etik.
22. Dewan
Audit adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas melakukan evaluasi
atas pelaksanaan tugas OJK serta menyusun standar audit dan manajemen risiko
OJK.
23. Panitia
Seleksi adalah panitia yang dibentuk oleh Presiden yang bertugas untuk memilih
dan menetapkan calon anggota Dewan Komisioner untuk disampaikan kepada
Presiden.
24.
Setiap
Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
25. Forum
Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan adalah forum koordinasi yang dibentuk
untuk menjaga stabilitas sistem keuangan yang anggotanya terdiri atas Menteri
Keuangan selaku koordinator merangkap anggota, Gubernur Bank Indonesia selaku
anggota, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota, dan
Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota.
BAB II
PEMBENTUKAN, STATUS, DAN TEMPAT
KEDUDUKAN
Pasal 2
(1)
Dengan
Undang-Undang ini dibentuk OJK.
(2) OJK
adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas
dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur
dalam Undang-Undang ini.
Pasal 3
(1)
OJK
berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) OJK
dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
BAB III
TUJUAN, FUNGSI, TUGAS, DAN
WEWENANG
Pasal 4
OJK dibentuk dengan tujuan agar
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
a.
terselenggara
secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
b. mampu
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan
c.
mampu
melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat.
Pasal 5
OJK
berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
Pasal 6
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
a.
kegiatan
jasa keuangan di sektor Perbankan;
b.
kegiatan
jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
c.
kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Pasal 7
Untuk
melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang:
a.
pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang
meliputi:
1. perizinan
untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja,
kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan
akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
2. kegiatan
usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan
aktivitas di bidang jasa;
b.
pengaturan
dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
1. likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas
maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan
bank;
2.
laporan
bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
3.
sistem
informasi debitur;
4.
pengujian
kredit (credit testing); dan
5.
standar
akuntansi bank;
c.
pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian
bank, meliputi:
1.
manajemen
risiko;
2.
tata
kelola bank;
3.
prinsip
mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
4.
pencegahan
pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
d.
pemeriksaan
bank.
Pasal 8
Untuk melaksanakan tugas
pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:
a.
menetapkan
peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
b.
menetapkan
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
c.
menetapkan
peraturan dan keputusan OJK;
d. menetapkan
peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
e.
menetapkan
kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
f.
menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah
tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
g.
menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan
pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
h. menetapkan
struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan
menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
i.
menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Pasal 9
Untuk
melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai
wewenang:
a.
menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan;
b. mengawasi
pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
c.
melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan,
perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan,
pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
d. memberikan
perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
e.
melakukan
penunjukan pengelola statuter;
f.
menetapkan
penggunaan pengelola statuter;
g.
menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang
melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan; dan
h.
memberikan
dan/atau mencabut:
1.
izin
usaha;
2.
izin
orang perseorangan;
3.
efektifnya
pernyataan pendaftaran;
4.
surat
tanda terdaftar;
5.
persetujuan
melakukan kegiatan usaha;
6.
pengesahan;
7.
persetujuan
atau penetapan pembubaran; dan
8.
penetapan
lain,
sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
BAB IV
DEWAN KOMISIONER
Bagian Kesatu
Struktur Dewan Komisioner
Pasal 10
(1)
OJK
dipimpin oleh Dewan Komisioner.
(2) Dewan
Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat kolektif dan kolegial.
(3) Dewan
Komisioner beranggotakan 9 (sembilan) orang anggota yang ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
(4) Susunan
Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
a.
seorang
Ketua merangkap anggota;
b. seorang
Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota;
c.
seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap
anggota;
d. seorang
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;
e.
seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap
anggota;
f.
seorang
Ketua Dewan Audit merangkap anggota;
g. seorang
anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan Konsumen;
h. seorang
anggota Ex-officio dari Bank
Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan
i.
seorang anggota Ex-officio
dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian
Keuangan.
(5) Anggota
Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memiliki hak suara yang
sama.
Bagian Kedua
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 11
(1) Anggota
Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf a sampai
dengan huruf g dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan calon anggota
yang diusulkan oleh Presiden.
(2) Pemilihan
dan penentuan calon anggota Dewan Komisioner untuk diusulkan kepada Presiden
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Panitia Seleksi yang
dibentuk dengan Keputusan Presiden:
a. paling
singkat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan anggota Dewan
Komisioner; atau
b. paling
lama 2 (dua) bulan sejak tanggal kekosongan jabatan atau penetapan
pemberhentian anggota Dewan Komisioner karena alasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf
h, huruf i, dan/atau huruf j.
(3) Panitia
Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) beranggotakan 9 (sembilan) orang
yang terdiri atas unsur Pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat.
(4) Panitia
Seleksi mengumumkan penerimaan calon anggota Dewan Komisioner sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada masyarakat paling lama 5 (lima) hari kerja
setelah ditetapkannya Panitia Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Pendaftaran
calon dilakukan dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja secara terus menerus.
(6) Panitia
Seleksi melakukan seleksi administratif terhadap calon anggota Dewan Komisioner
sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Panitia
Seleksi mengumumkan nama calon yang telah lulus seleksi administratif untuk
mendapatkan masukan dari masyarakat paling lama 5 (lima) hari kerja sejak
berakhirnya waktu pendaftaran calon sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(8) Masukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan kepada Panitia Seleksi dalam
waktu 12 (dua belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diumumkan.
(9) Panitia
Seleksi melakukan penilaian dan pemilihan serta menyampaikan calon anggota
Dewan Komisioner kepada Presiden sebanyak 3 (tiga) orang calon untuk setiap anggota
Dewan Komisioner yang dibutuhkan, paling lama 12 (dua belas) hari kerja
terhitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
Pasal 12
(1) Presiden
memilih dan menyampaikan calon anggota Dewan Komisioner sebanyak 2 (dua) orang
calon untuk setiap anggota Dewan Komisioner yang dibutuhkan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat, paling lama 12 (dua belas) hari kerja terhitung sejak
tanggal diterimanya nama calon anggota Dewan Komisioner dari Panitia Seleksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (9).
(2) Dari
calon anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden
mengajukan sebanyak 2 (dua) orang calon anggota Dewan Komisioner untuk dipilih
oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagai Ketua Dewan Komisioner.
(3) Calon
anggota Dewan Komisioner yang tidak terpilih menjadi Ketua Dewan Komisioner
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diikutsertakan untuk dipilih sebagai anggota
Dewan Komisioner oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Dewan
Perwakilan Rakyat memilih calon anggota Dewan Komisioner sesuai dengan jumlah
anggota Dewan Komisioner yang dibutuhkan, paling lama 45 (empat puluh lima)
hari kerja sejak diterimanya nama-nama calon anggota Dewan Komisioner dari
Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Calon
anggota Dewan Komisioner terpilih disampaikan Dewan Perwakilan Rakyat kepada
Presiden paling lama 5 (lima) hari kerja sejak selesainya proses pemilihan calon
anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Presiden
mengangkat dan menetapkan calon terpilih sebagai anggota Dewan Komisioner
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya nama
calon anggota Dewan Komisioner terpilih dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 13
(1) Anggota
Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf h diangkat
dan ditetapkan Presiden berdasarkan usulan Gubernur Bank Indonesia.
(2) Anggota
Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf i diangkat
dan ditetapkan Presiden berdasarkan usulan Menteri Keuangan.
Pasal 14
(1) Ketua,
Wakil Ketua, dan anggota Dewan Komisioner diangkat dan ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
(2) Pembagian
tugas di antara anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (4) huruf b sampai dengan huruf g diputuskan berdasarkan rapat Dewan
Komisioner dan ditetapkan dengan Keputusan Dewan Komisioner.
(3) Anggota
Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (4) huruf a sampai dengan
huruf g diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali
untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 15
Syarat
calon anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4)
huruf a sampai dengan huruf g adalah sebagai berikut:
a.
warga
negara Indonesia;
b.
memiliki
akhlak, moral, dan integritas yang baik;
c.
cakap
melakukan perbuatan hukum;
d. tidak
pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus perusahaan yang
menyebabkan perusahaan tersebut pailit;
e.
sehat
jasmani;
f.
berusia paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat
ditetapkan;
g.
mempunyai
pengalaman atau keahlian di sektor jasa keuangan; dan
h. tidak
pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan hukuman 5 (lima) tahun atau lebih.
Pasal 16
(1) Ketua,
Wakil Ketua, dan anggota Dewan Komisioner sebelum memangku jabatannya wajib
mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya di hadapan
Mahkamah Agung.
(2) Bunyi
lafal sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai
berikut:
“Saya bersumpah/berjanji bahwa
saya, untuk menjadi Ketua/Wakil Ketua/anggota Dewan Komisioner OJK langsung
atau tidak langsung dengan nama dan dalih apapun tidak memberikan atau
menjanjikan untuk memberikan sesuatu kepada siapapun”.
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak akan menerima langsung atau
tidak langsung dari siapapun sesuatu janji atau pemberian dalam bentuk apapun”.
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan melaksanakan
tugas dan kewajiban sebagai Ketua/Wakil Ketua/anggota Dewan Komisioner OJK
dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan tugas dan kewajiban
tersebut”.
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945”.
Pasal 17
(1) Anggota
Dewan Komisioner tidak dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir,
kecuali apabila memenuhi alasan sebagai berikut:
a.
meninggal
dunia;
b.
mengundurkan
diri;
c.
masa
jabatannya telah berakhir dan tidak dipilih kembali;
d. berhalangan
tetap sehingga tidak dapat melaksanakan tugas atau diperkirakan secara medis
tidak dapat melaksanakan tugas lebih dari 6 (enam) bulan berturut-turut;
e.
tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan
Komisioner lebih dari 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan;
f.
tidak lagi menjadi anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia
bagi anggota Ex-officio Dewan
Komisioner yang berasal dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (4) huruf h;
g. tidak
lagi menjadi pejabat setingkat eselon I pada Kementerian Keuangan bagi anggota Ex-officio Dewan Komisioner yang berasal
dari Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf i;
h. memiliki
hubungan keluarga sampai derajat kedua dan/atau semenda dengan anggota Dewan
Komisioner lain dan tidak ada satu pun yang mengundurkan diri dari jabatannya;
i.
melanggar
kode etik; atau
j.
tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 dan melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
(2) Pemberhentian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Dewan Komisioner kepada
Presiden untuk mendapatkan penetapan.
Bagian Ketiga
Penggantian Antarwaktu
Pasal 18
(1) Dalam
hal anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf
a sampai dengan huruf g, diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf
h, huruf i, dan/atau huruf j, dilaksanakan penggantian anggota Dewan Komisioner
antarwaktu sesuai dengan tata cara pemilihan anggota Dewan Komisioner
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Anggota
Dewan Komisioner pengganti diangkat untuk menggantikan jabatan anggota Dewan
Komisioner yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
melanjutkan sisa masa jabatan anggota Dewan Komisioner yang digantikan.
(3) Penggantian
anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan
apabila sisa masa jabatan anggota Dewan Komisioner yang diberhentikan kurang
dari 1 (satu) tahun.
Pasal 19
(1) Dalam
hal Ketua Dewan Komisioner diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (1), Wakil Ketua Dewan Komisioner bertindak sebagai pejabat
sementara untuk melaksanakan tugas dan wewenang Ketua Dewan Komisioner sampai
dengan ditetapkannya Ketua Dewan Komisioner yang baru.
(2) Dalam
hal Wakil Ketua Dewan Komisioner diberhentikan karena alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), Ketua Dewan Komisioner bertindak sebagai
pejabat sementara untuk melaksanakan tugas dan wewenang Wakil Ketua Dewan
Komisioner sampai dengan ditetapkannya Wakil Ketua Dewan Komisioner yang baru.
(3) Dalam
hal Ketua dan Wakil Ketua Dewan Komisioner diberhentikan karena alasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), berdasarkan kesepakatan Dewan
Komisioner, salah satu anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (4) huruf c sampai dengan huruf g bertindak sebagai pejabat
sementara untuk melaksanakan tugas dan wewenang Ketua dan/atau Wakil Ketua
Dewan Komisioner sampai dengan ditetapkannya Ketua dan/atau Wakil Ketua Dewan
Komisioner yang baru.
(4) Dalam
hal anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf
c sampai dengan huruf g diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1), berdasarkan kesepakatan Dewan Komisioner, salah satu anggota
Dewan
Komisioner,
kecuali anggota Dewan Komisioner Ex
-officio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf h dan huruf i,
bertindak sebagai pejabat sementara untuk melaksanakan tugas dan wewenang
anggota Dewan Komisioner tersebut sampai dengan ditetapkannya anggota Dewan
Komisioner yang baru.
Bagian Keempat
Tugas dan Wewenang
Pasal 20
Tugas
pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilaksanakan oleh Dewan
Komisioner.
Pasal 21
Dalam
melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Dewan Komisioner
menetapkan Peraturan OJK, Peraturan Dewan Komisioner, dan/atau Keputusan Dewan
Komisioner.
Bagian Kelima
Larangan
Pasal 22
Anggota Dewan Komisioner dilarang:
a.
memiliki benturan kepentingan di Lembaga Jasa Keuangan
yang diawasi oleh OJK;
b. menjadi
pengurus dari organisasi pelaku atau profesi di Lembaga Jasa Keuangan;
c.
menjadi
pengurus partai politik; dan
d. menduduki
jabatan pada lembaga lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan
wewenang OJK dan/atau penugasan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 23
(1) Antaranggota
Dewan Komisioner dilarang mempunyai hubungan keluarga sampai derajat kedua dan
semenda.
(2) Jika
antaranggota Dewan Komisioner terbukti memiliki hubungan keluarga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), salah seorang di antara mereka wajib mengundurkan diri dari
jabatannya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terbukti mempunyai
hubungan keluarga.
(3) Dalam
hal tidak ada satu pun anggota Dewan Komisioner yang mengundurkan diri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), semua anggota Dewan Komisioner yang
mempunyai hubungan keluarga tersebut diberhentikan dari jabatannya oleh
Presiden.
Bagian Keenam
Rapat dan Pengambilan Keputusan
Pasal 24
(1) Dewan
Komisioner melaksanakan rapat Dewan Komisioner secara berkala paling sedikit 1
(satu) kali dalam 2 (dua) minggu atau sewaktu-waktu berdasarkan permintaan
salah satu anggota Dewan Komisioner.
(2)
Ketua
Dewan Komisioner memimpin rapat Dewan Komisioner.
(3) Dalam
hal Ketua Dewan Komisioner berhalangan, Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin
rapat Dewan Komisioner.
(4) Dalam
hal Ketua dan Wakil Ketua Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) berhalangan, berdasarkan kesepakatan anggota Dewan Komisioner,
salah satu anggota Dewan Komisioner ditunjuk untuk memimpin rapat Dewan
Komisioner.
(5) Rapat
Dewan Komisioner dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari 1/2 (satu perdua)
dari jumlah anggota Dewan Komisioner.
(6) Pengambilan
keputusan Dewan Komisioner dilakukan berdasarkan musyawarah untuk mencapai
mufakat.
(7) Dalam
hal musyawarah untuk mencapai mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak
tercapai, keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.
(8) Setiap
rapat Dewan Komisioner dibuat risalah rapat yang ditandatangani oleh semua
anggota Dewan Komisioner yang hadir.
(9) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan rapat Dewan Komisioner diatur
dengan Peraturan Dewan Komisioner.
Bagian Ketujuh
Lain-lain
Pasal 25
(1)
Dewan
Komisioner mewakili OJK di dalam dan di luar pengadilan.
(2) Dewan
Komisioner dapat menyerahkan kewenangan mewakili sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) kepada satu atau lebih anggota
Dewan
Komisioner, dan/atau kepada pejabat OJK atau pihak lain untuk mewakili OJK yang
khusus dikuasakan untuk itu.
(3) Ketentuan
mengenai tata cara penugasan dan pemberian kuasa kepada pihak lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
BAB V
ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN
Pasal 26
(1) Untuk
mendukung kelancaran pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang OJK, Dewan Komisioner
membentuk organisasi.
(2) Untuk
mendukung kelancaran pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang OJK, Dewan
Komisioner membentuk organ pendukung yang mencakup sekretariat, Dewan Audit,
Komite Etik, dan organ lainnya sesuai dengan kebutuhan.
(3) Untuk
mendukung kelancaran pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang OJK, Dewan
Komisioner dapat mengangkat staf ahli.
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja OJK diatur dengan Peraturan
Dewan Komisioner.
Pasal 27
(1) Dewan
Komisioner mengangkat dan memberhentikan pejabat dan pegawai OJK.
(2) OJK
dapat mempekerjakan pegawai negeri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai kepegawaian diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
BAB VI
PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN MASYARAKAT
Pasal 28
Untuk
perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK berwenang melakukan tindakan
pencegahan kerugian Konsumen dan masyarakat, yang meliputi:
a.
memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas
karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya;
b. meminta
Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut
berpotensi merugikan masyarakat; dan
c.
tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Pasal 29
OJK melakukan pelayanan pengaduan Konsumen yang meliputi:
a.
menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan
Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan;
b. membuat
mekanisme pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa
Keuangan; dan
c.
memfasilitasi penyelesaian pengaduan Konsumen yang
dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Pasal 30
(1) Untuk
perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK berwenang melakukan pembelaan hukum,
yang meliputi:
a. memerintahkan
atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk
menyelesaikan pengaduan Konsumen yang dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud;
b.
mengajukan
gugatan:
1. untuk
memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang
menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah penguasaan pihak yang
menyebabkan kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan
itikad tidak baik; dan/atau
2. untuk
memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada Konsumen
dan/atau Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
(2) Ganti
kerugian sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b angka 2 hanya digunakan untuk
pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan.
Pasal 31
Ketentuan
lebih lanjut mengenai perlindungan Konsumen dan masyarakat diatur dengan
Peraturan OJK.
BAB VII
KODE ETIK DAN KERAHASIAAN
INFORMASI
Bagian Kesatu
Kode Etik
Pasal 32
(1)
Dewan
Komisioner menetapkan dan menegakkan kode etik OJK.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai kode etik sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan
Peraturan Dewan Komisioner.
Bagian Kedua
Kerahasiaan Informasi
Pasal 33
(1) Setiap
orang perseorangan yang menjabat atau pernah menjabat sebagai anggota Dewan
Komisioner, pejabat atau pegawai OJK dilarang menggunakan atau mengungkapkan
informasi apa pun yang bersifat rahasia kepada pihak lain, kecuali dalam rangka
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkan keputusan OJK atau
diwajibkan oleh Undang-Undang.
(2) Setiap
Orang yang bertindak untuk dan atas nama OJK, yang dipekerjakan di OJK, atau
sebagai staf ahli di OJK, dilarang menggunakan atau mengungkapkan informasi apa
pun yang bersifat rahasia kepada pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan
fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkan keputusan OJK atau diwajibkan oleh
Undang-Undang.
(3) Setiap
Orang yang mengetahui informasi yang bersifat rahasia, baik karena
kedudukannya, profesinya, sebagai pihak yang diawasi, maupun hubungan apa pun
dengan OJK, dilarang menggunakan atau mengungkapkan informasi tersebut kepada
pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya
berdasarkan keputusan OJK atau diwajibkan oleh Undang-Undang.
(4) Pelanggaran
terhadap ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat dikenai sanksi
administratif dan/atau sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Ketentuan
lebih lanjut mengenai kerahasiaan, penggunaan, dan pengungkapan informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur dengan
Peraturan Dewan Komisioner.
BAB VIII
RENCANA KERJA DAN ANGGARAN
Pasal 34
(1) Dewan
Komisioner menyusun dan menetapkan rencana kerja dan anggaran OJK.
(2) Anggaran
OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau pungutan
dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai rencana kerja dan anggaran OJK sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
Pasal 35
(1) Anggaran
OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) digunakan untuk membiayai
kegiatan operasional, administratif, pengadaan aset serta kegiatan pendukung
lainnya.
(2) Anggaran
dan penggunaan anggaran untuk membiayai kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan berdasarkan standar yang wajar di sektor jasa keuangan dan
dikecualikan dari standar biaya umum, proses pengadaan barang dan jasa, dan
sistem remunerasi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pengadaan barang dan
jasa Pemerintah, dan sistem remunerasi.
(3) Untuk
mendukung kegiatan operasional OJK, Pemerintah dapat melakukan penempatan dana
awal ke OJK.
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai standar biaya, proses pengadaan barang dan jasa, dan
sistem remunerasi diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
Pasal 36
Untuk penetapan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34 ayat
(1)
dan ayat (2), OJK terlebih dahulu meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 37
(1) OJK
mengenakan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa
keuangan.
(2) Pihak
yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan wajib membayar pungutan yang
dikenakan OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pungutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penerimaan OJK.
(4) OJK
menerima, mengelola, dan mengadministrasikan pungutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) secara akuntabel dan mandiri.
(5) Dalam
hal pungutan yang diterima pada tahun berjalan melebihi kebutuhan OJK untuk
tahun anggaran berikutnya, kelebihan tersebut disetorkan ke Kas Negara.
(6) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB IX
PELAPORAN DAN AKUNTABILITAS
Pasal 38
(1) OJK
wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri atas laporan keuangan semesteran
dan tahunan.
(2) OJK
wajib menyusun laporan kegiatan yang terdiri atas laporan kegiatan bulanan,
triwulanan, dan tahunan.
(3) Dalam
hal Dewan Perwakilan Rakyat memerlukan penjelasan, OJK wajib menyampaikan
laporan.
(4) Periode
laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tanggal 1 Januari
sampai dengan 31 Desember.
(5) OJK
wajib menyampaikan laporan kegiatan triwulanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada
masyarakat.
(6) Laporan
kegiatan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden
dan Dewan Perwakilan Rakyat.
(7) Untuk
penyusunan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan
Komisioner menetapkan standar dan kebijakan akuntansi OJK.
(8) Laporan
keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh Badan
Pemeriksa Keuangan atau Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh Badan
Pemeriksa Keuangan.
(9) OJK
wajib mengumumkan laporan tahunan OJK kepada publik melalui media cetak dan
media elektronik.
(10) Ketentuan
lebih lanjut mengenai bentuk dan susunan laporan keuangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), serta
tata cara, bentuk, dan susunan laporan yang diumumkan kepada publik diatur
dengan Peraturan Dewan Komisioner.
BAB X
HUBUNGAN KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Koordinasi dan Kerja Sama
Pasal 39
Dalam
melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat
peraturan pengawasan di bidang Perbankan antara lain:
a.
kewajiban
pemenuhan modal minimum bank;
b.
sistem
informasi perbankan yang terpadu;
c.
kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan
dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri;
d.
produk
perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya;
e.
penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank; dan
f.
data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan
informasi.
Pasal 40
(1) Dalam
hal Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya memerlukan
pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu, Bank Indonesia dapat melakukan
pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK.
(2) Dalam
melakukan kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank
Indonesia tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank.
(3) Laporan
hasil pemeriksaan bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
OJK paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya laporan hasil pemeriksaan.
Pasal 41
(1) OJK
menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank bermasalah yang
sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan.
(2) Dalam
hal OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan likuiditas dan/atau
kondisi kesehatan semakin memburuk, OJK
segera
menginformasikan ke Bank Indonesia untuk melakukan langkah-langkah sesuai
dengan kewenangan Bank Indonesia.
Pasal 42
Lembaga
Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan
fungsi, tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK.
Pasal 43
OJK,
Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan wajib membangun dan memelihara
sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.
Bagian Kedua
Protokol Koordinasi
Pasal 44
(1) Untuk
menjaga stabilitas sistem keuangan, dibentuk Forum Koordinasi Stabilitas Sistem
Keuangan dengan anggota terdiri atas:
a.
Menteri
Keuangan selaku anggota merangkap koordinator;
b.
Gubernur
Bank Indonesia selaku anggota;
c.
Ketua
Dewan Komisioner OJK selaku anggota; dan
d. Ketua
Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota.
(2) Forum
Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan dibantu kesekretariatan yang dipimpin
salah seorang pejabat eselon I di Kementerian Keuangan.
(3) Pengambilan
keputusan dalam rapat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan berdasarkan
musyawarah untuk mufakat.
(4) Dalam
hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak tercapai
maka pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
Pasal 45
(1)
Dalam
kondisi normal, Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan:
a. wajib
melakukan pemantauan dan evaluasi stabilitas sistem keuangan;
b.
melakukan
rapat paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan;
c. membuat
rekomendasi kepada setiap anggota untuk melakukan tindakan dan/atau membuat
kebijakan dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan; dan
d.
melakukan
pertukaran informasi.
(2) Dalam
kondisi tidak normal untuk pencegahan dan penanganan krisis, Menteri Keuangan,
Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan/atau Ketua Dewan
Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan yang mengindikasikan adanya potensi krisis
atau telah terjadi krisis pada sistem keuangan, masing-masing dapat mengajukan
ke Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan untuk segera dilakukan rapat
guna memutuskan langkah-langkah pencegahan atau penanganan krisis.
(3) Menteri
Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan
Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan berwenang mengambil dan melaksanakan
keputusan untuk dan atas nama institusi yang diwakilinya dalam rangka
pengambilan keputusan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan, dalam
kondisi tidak normal sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Forum
Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan menetapkan dan melaksanakan kebijakan
yang diperlukan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis pada sistem keuangan
sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(5) Keputusan
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan yang terkait dengan penyelesaian
dan penanganan suatu bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik mengikat
Lembaga Penjamin Simpanan.
Pasal 46
(1) Kebijakan
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan yang terkait dengan keuangan negara
wajib diajukan untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Keputusan
Dewan Perwakilan Rakyat wajib ditetapkan dalam waktu paling lama 24 (dua puluh
empat) jam sejak pengajuan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Bagian Ketiga
Hubungan Internasional
Pasal 47
(1) OJK
dapat melakukan kerja sama dengan otoritas pengawas Lembaga Jasa Keuangan di
negara lain serta organisasi internasional dan
lembaga
internasional lainnya, antara lain pada bidang dan/atau kegiatan sebagai
berikut:
a. pengembangan
kapasitas kelembagaan, antara lain pelatihan sumber daya manusia di bidang
pengaturan dan pengawasan Lembaga Jasa Keuangan;
b.
pertukaran
informasi; dan
c.
kerja sama dalam rangka pemeriksaan dan penyidikan serta
pencegahan kejahatan di sektor keuangan.
(2) OJK
dapat menjadi anggota organisasi pengawas jasa keuangan internasional.
(3) Dalam
hal persetujuan perjanjian internasional di sektor jasa keuangan menyangkut
masalah hukum dan berdampak pada sistem keuangan nasional, OJK wajib
mendapatkan konfirmasi dari Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) OJK
dapat melakukan kerja sama dan memberikan bantuan dalam rangka pemeriksaan dan
penyidikan yang dilakukan oleh otoritas pengawas Lembaga Jasa Keuangan negara
lain berdasarkan permintaan tertulis.
(5) Kerja
sama dan pemberian bantuan dalam rangka pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan apabila:
a. otoritas
pengawas Lembaga Jasa Keuangan negara lain tersebut telah memiliki perjanjian
kerja sama timbal balik dengan OJK; dan
b. pelaksanaan
kerja sama dan pemberian bantuan tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan
umum.
(6) Kerja
sama dan pemberian bantuan dalam rangka penyidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dapat dilakukan apabila:
a. otoritas
pengawas Lembaga Jasa Keuangan negara lain tersebut telah memiliki perjanjian
kerja sama timbal balik dengan OJK; dan
b. pelaksanaan
kerja sama dan pemberian bantuan tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang kerja sama timbal balik dalam masalah
pidana.
Pasal 48
Semua
bentuk kerja sama internasional, termasuk di bidang pengaturan, pengawasan, dan
penyidikan, wajib didasarkan pada prinsip timbal balik yang seimbang.
BAB XI
PENYIDIKAN
Pasal 49
(1) Selain
Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri
Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi
pengawasan sektor jasa keuangan di lingkungan OJK, diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana.
(2) Pegawai
negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dapat diangkat menjadi
Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. menerima
laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana di sektor jasa keuangan;
b. melakukan
penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak
pidana di sektor jasa keuangan;
c. melakukan
penelitian terhadap Setiap Orang yang diduga melakukan atau terlibat dalam
tindak pidana di sektor jasa keuangan;
d. memanggil,
memeriksa, serta meminta keterangan dan barang bukti dari Setiap Orang yang
disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak pidana di sektor jasa
keuangan;
e. melakukan
pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak
pidana di sektor jasa keuangan;
f.
melakukan penggeledahan di setiap tempat tertentu yang
diduga terdapat setiap barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain
serta melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan bahan bukti
dalam perkara tindak pidana di sektor jasa keuangan;
g. meminta
data, dokumen, atau alat bukti lain, baik cetak maupun elektronik kepada
penyelenggara jasa telekomunikasi;
h. dalam
keadaan tertentu meminta kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan
pencegahan terhadap orang yang diduga telah melakukan tindak pidana di sektor
jasa keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
i.
meminta
bantuan aparat penegak hukum lain;
j.
meminta keterangan dari bank tentang keadaan keuangan
pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
k. memblokir
rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari pihak yang diduga melakukan
atau terlibat dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan;
l.
meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan; dan
m.
menyatakan
saat dimulai dan dihentikannya penyidikan.
Pasal 50
(1) Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 menyampaikan hasil
penyidikan kepada Jaksa untuk dilakukan penuntutan.
(2) Jaksa
wajib menindaklanjuti dan memutuskan tindak lanjut hasil penyidikan sesuai
kewenangannya paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak diterimanya hasil penyidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 51
(1) Penyidik
Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan di OJK hanya dapat ditarik dengan
pemberitahuan paling singkat 6 (enam) bulan sebelum penarikan dan tidak sedang
menangani perkara.
(2) Penyidik
Pegawai Negeri Sipil diharuskan bekerja sama dengan instansi terkait.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 52
(1) Setiap
orang perseorangan yang melanggar ketentuan Pasal 33 ayat (1), ayat (2),
dan/atau ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
(2) Apabila
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan/atau ayat (3) dilakukan
oleh korporasi, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp45.000.000.000,00
(empat puluh lima miliar rupiah) dan/atau sebesar jumlah kerugian yang
ditimbulkan akibat pelanggaran tersebut.
Pasal 53
(1) Setiap
Orang yang dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, atau menghambat
pelaksanaan kewenangan OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, huruf d,
huruf e, huruf f, huruf g, dan/atau Pasal 30 ayat (1) huruf a, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas
miliar rupiah).
(2) Apabila
pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi,
dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas
miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar
rupiah).
Pasal 54
(1) Setiap
Orang yang dengan sengaja mengabaikan dan/atau tidak melaksanakan perintah
tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d atau tugas untuk
menggunakan pengelola statuter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah).
(2) Apabila
pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi,
korporasi dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima
belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima
miliar rupiah).
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 55
(1) Sejak
tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan
kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri
Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.
(2) Sejak
tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan
kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK.
Pasal 56
(1) Paling
lama 8 (delapan) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan, Presiden mengangkat
dan menetapkan anggota Dewan Komisioner untuk pertama kali dengan susunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) sesuai dengan tata cara
sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1), ayat (3) sampai dengan ayat (9),
Pasal 12 ayat (1) sampai dengan ayat (3) dan ayat (6), Pasal 13, dan Pasal 14.
(2) Anggota
Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat untuk masa jabatan
5 (lima) tahun.
(3) Paling
lama 60 (enam puluh) hari sejak Undang-Undang ini diundangkan, Presiden
membentuk Panitia Seleksi calon anggota Dewan Komisioner untuk pertama kali
dengan keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3).
(4) Dewan
Perwakilan Rakyat memilih calon anggota Dewan Komisioner sesuai dengan jumlah
anggota Dewan Komisioner yang dibutuhkan, paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak diterimanya nama-nama calon anggota Dewan Komisioner dari Presiden.
(5) Calon
anggota Dewan Komisioner terpilih disampaikan Dewan Perwakilan Rakyat kepada
Presiden paling lama 7 (tujuh) hari sejak selesainya proses pemilihan calon
anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Pasal 57
(1) Sejak
Undang-Undang ini diundangkan sampai dengan ditetapkannya anggota Dewan
Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1), Kementerian Keuangan
dibantu oleh Bank Indonesia menyiapkan:
a. struktur
organisasi, tugas pokok dan fungsi, rancang bangun infrastruktur dan teknologi
informasi, sistem sumber daya manusia, dan standar prosedur operasional;
b.
rencana
kerja dan anggaran untuk tahun anggaran 2013;
c.
pejabat
dan pegawai OJK;
d.
pejabat
dan pegawai organ pendukung Dewan Komisioner; dan
e.
hal lain yang diperlukan dalam rangka pengalihan fungsi,
tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor
jasa keuangan dari Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.
(2) Kementerian
Keuangan menyampaikan hasil persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
Dewan Komisioner OJK untuk ditetapkan.
Pasal 58
Paling
lama 7 (tujuh) bulan sejak Undang-undang ini diundangkan, Gubernur Bank
Indonesia dan Menteri Keuangan masing-masing mengusulkan calon anggota Dewan
Komisioner Ex-officio Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (4) huruf h dan Ex-officio Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat
(4) huruf i kepada Presiden untuk diangkat dan ditetapkan sebagai anggota Dewan
Komisioner.
Pasal 59
Sejak
diangkatnya anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat
(1) sampai dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55, Dewan Komisioner bertugas:
a.
menetapkan struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi,
rancang bangun infrastruktur dan teknologi informasi, sistem sumber daya
manusia, dan standar prosedur operasional;
b.
menetapkan
rencana kerja dan anggaran OJK tahun anggaran 2013;
c.
mengangkat
pejabat dan pegawai OJK;
d. mengangkat
pejabat dan pegawai organ pendukung Dewan Komisioner; dan
e.
menetapkan hal lain yang diperlukan dalam rangka
pengalihan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa
keuangan di sektor jasa keuangan dari Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.
Pasal 60
(1) Paling
lama 1 (satu) bulan sejak diangkatnya anggota Dewan Komisioner sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1), Dewan Komisioner membentuk tim transisi
setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia.
(2) Menteri
Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia wajib mengusulkan kepada Dewan Komisioner
orang-orang yang menjadi anggota tim transisi paling lama 14 (empat belas) hari
sejak diterimanya surat permintaan anggota tim transisi dari Dewan Komisioner.
(3) Dewan
Komisioner menetapkan anggota tim transisi berdasarkan usulan Menteri Keuangan
dan Gubernur Bank Indonesia.
Pasal 61
(1) Tim
transisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) bertugas membantu
kelancaran pelaksanaan tugas Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal
59.
(2) Dalam
melaksanakan tugasnya, tim transisi berwenang untuk mengindentifikasi dan
memverifikasi kekayaan, infrastruktur, informasi, dokumen, dan hal lain yang
terkait dengan pengaturan dan pengawasan Lembaga Jasa Keuangan dan
mempersiapkan pengalihan penggunaannya ke OJK.
(3) Tim
transisi wajib melaporkan kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Menteri Keuangan,
Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner OJK.
(4) Menteri
Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, tim transisi, atau pejabat dan pegawai di
Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia yang terkait dengan fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan dan pengawasan Lembaga Jasa Keuangan, wajib membantu
kelancaran pelaksanaan tugas Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal
59.
(5) Gubernur
Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan/atau Ketua Dewan Komisioner OJK
melaporkan perkembangan proses pengalihan fungsi, tugas, dan wewenang dari Bank
Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan ke OJK paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
Pasal 62
Paling
lama 2 (dua) bulan sejak diangkatnya anggota Dewan Komisioner sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1), Dewan Komisioner menetapkan struktur
organisasi, tugas pokok dan fungsi, standar prosedur operasional, dan rancang
bangun infrastruktur OJK.
Pasal 63
(1) Paling
singkat 3 (tiga) bulan sebelum beralihnya fungsi, tugas dan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Ketua Dewan Komisioner menyampaikan
permintaan secara tertulis usulan nama pejabat dan pegawai kepada Gubernur Bank
Indonesia dan Menteri Keuangan yang akan dialihkan atau dipekerjakan ke OJK.
(2) Paling
singkat 2 (dua) bulan sebelum beralihnya fungsi, tugas dan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55, Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan wajib
mengusulkan nama pejabat dan pegawai Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan,
sesuai dengan permintaan Ketua Dewan Komisioner, untuk dialihkan atau
dipekerjakan ke OJK.
(3) Untuk
memenuhi kebutuhan OJK, selain pejabat dan pegawai sebagaimana dimaksud ayat
(2), Dewan Komisioner melakukan rekrutmen pejabat dan pegawai secara terbuka.
(4) Paling
singkat 1 (satu) bulan sebelum beralihnya fungsi, tugas dan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Dewan Komisioner menetapkan pejabat dan
pegawai yang diterima OJK.
Pasal 64
(1) Terhitung
sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
55:
a. pejabat
dan/atau pegawai Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan; dan
b. pejabat
dan/atau pegawai Bank Indonesia yang melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan,
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (4) dialihkan untuk dipekerjakan pada OJK.
(2) Pejabat
dan/atau pegawai yang dialihkan untuk dipekerjakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib bekerja di OJK untuk jangka waktu paling singkat:
a. 1
(satu) tahun bagi pejabat dan/atau pegawai yang berasal dari Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan; dan
b. 3
(tiga) tahun bagi pejabat dan/atau pegawai yang berasal dari Bank Indonesia.
(3) Pejabat
dan/atau pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menetapkan pilihan
status sebagai pejabat dan/atau pegawai OJK atau:
a. sebagai
pejabat dan/atau pegawai Kementerian Keuangan, paling lama 3 (tiga) bulan sejak
beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55,
bagi pejabat dan/atau pegawai yang berasal dari Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan; dan
b. sebagai
pejabat dan/atau pegawai Bank Indonesia, paling lama 2 (dua) tahun sejak
beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55,
bagi pejabat dan/atau pegawai yang berasal dari Bank Indonesia.
(4) Pejabat
dan/atau pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pejabat dan/atau
pegawai OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan hak sesuai dengan
ketentuan OJK dengan tidak mengurangi hak pejabat dan/atau pegawai yang telah
dimiliki sebelum dan selama pengalihan.
Pasal 65
(1) Terhitung
sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
55:
a. kekayaan
dan dokumen yang dimiliki dan/atau digunakan Bank Indonesia dalam rangka
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor
Perbankan; dan
b. kekayaan
negara dan dokumen yang dimiliki dan/atau digunakan Kementerian Keuangan dan
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dalam rangka pelaksanaan
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor Pasar Modal,
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya,
dapat digunakan oleh OJK.
(2) Penggunaan
kekayaan, kekayaan negara, dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan keputusan bersama atau keputusan Menteri Keuangan, Gubernur
Bank Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner yang ditetapkan paling singkat 1
(satu) bulan sebelum beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55.
Pasal 66
(1) Sejak
Undang-Undang ini diundangkan sampai dengan beralihnya fungsi, tugas, dan
wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55:
a. Bank
Indonesia tetap melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; dan
b. Menteri
Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan tetap melaksanakan
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di
sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga
Jasa Keuangan Lainnya.
(2) Bank
Indonesia, Menteri Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan menyampaikan laporan atas pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada OJK.
(3) Pembiayaan
yang terkait dengan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), bersumber dari:
a. Bank
Indonesia untuk pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan
pengawasan di sektor Perbankan; dan
b. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara untuk pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
(4) Pembiayaan
rencana kerja dan anggaran OJK sejak Undang-Undang ini diundangkan sampai
dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan sektor
jasa keuangan ke OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, bersumber dari
anggaran Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Kementerian Keuangan
dan/atau Bank Indonesia.
Pasal 67
(1) Keputusan
mengenai pemberian izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran,
surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, dan
persetujuan atau penetapan pembubaran, dan setiap keputusan yang telah
ditetapkan oleh Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor
jasa keuangan sebelum beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55, dinyatakan tetap berlaku.
(2) Permohonan
izin usaha, izin orang perseorangan, pernyataan pendaftaran, surat tanda
terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, dan persetujuan
atau penetapan pembubaran, serta permohonan penetapan lainnya yang sedang dalam
proses penyelesaian pada Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan berdasarkan peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan, sejak beralihnya fungsi, tugas, dan
wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, penyelesaiannya dilanjutkan oleh
OJK.
Pasal 68
Sejak
beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55,
pemeriksaan dan/atau penyidikan yang sedang dilakukan oleh Bank Indonesia,
Kementerian Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan,
penyelesaiannya dilanjutkan oleh OJK.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 69
(1) Fungsi,
tugas, dan wewenang Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam:
a. Pasal
8 huruf c, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal
30, Pasal 31, Pasal 32, dan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4962);
b. Pasal
6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 16, Pasal 18, Pasal
19, Pasal 20, Pasal 22, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal
31A, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 37A, Pasal 38,
Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 44, Pasal 52, dan Pasal 53 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
c.
Pasal 1 angka 15, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 10, Pasal 11, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 26,
Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34,
Pasal 35, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 46, Pasal 50,
Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4867);
beralih
menjadi fungsi, tugas, dan wewenang OJK sejak beralihnya fungsi, tugas, dan
wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2).
(2) Dengan
beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat
(2), Lembaga Pengawas Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4420) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4963), adalah OJK.
(3) Sejak
Undang-Undang ini diundangkan, fungsi, tugas, dan wewenang Komite Koordinasi
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420) sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 8, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4963), dilaksanakan oleh Forum Koordinasi
Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
(4) Ketentuan
mengenai protokol koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, Pasal 45, dan
Pasal 46 berlaku sampai dengan diundangkannya undang-undang mengenai jaring
pengaman sistem keuangan.
Pasal 70
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
1. Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3467) dan peraturan pelaksanaannya;
2. Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3790) dan peraturan pelaksanaannya;
3. Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3477)
dan peraturan pelaksanaannya;
4. Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608)
dan peraturan pelaksanaannya;
5. Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962) dan peraturan
pelaksanaannya;
6. Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4867) dan peraturan pelaksanaannya; dan
7.
peraturan
perundang-undangan lainnya di sektor jasa keuangan,
dinyatakan
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan
Undang-Undang ini.
Pasal 71
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 22 November 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 November 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
No comments:
Post a Comment