DEFENISI BANK DAN SEJARAHNYA
Bank diambil dari bahasa Italia yang artinya meja.
Konon penamaan itu disebabkan karena pekerjanya pada zaman dulu
melakukan transaksi jual beli mata uang di tempat umum dengan duduk di
atas meja. Kemudian modelnya terus berkembang sehingga berubah menjadi
Bank yang sekarang banyak kita jumpai.
Bank didefenisikan sebagai suatu tempat
untuk menyimpan harta manusia secara aman dan mengembalikan kepada
pemiliknya ketika dibutuhkan. Pokok intinya adalah menerima tabungan dan
memberikan pinjaman.
Bank yang pertama kali berdiri adalah di Bunduqiyyah,
salah satu kota di Negara Italia pada tahun 1157 M. Kemudian terus
mengalami perkembangan hingga perkembangan yang pesat sekali adalah pada
abad ke-16, di mana pada tahun 1587 berdirilah di Negara Italia sebuah
bank bernama Banco Della Pizza Dirialto dan berdiri juga pada tahun 1609 bank Amsterdam
Belanda, kemudian berdiri bank-bank lainnya di Eropa. Sekitar
tahun1898, Bank masuk ke Negara-negara Arab, di Mesir berdiri Bank Ahli
Mishri dengan modal lima ratus ribu Junaih[1].
PEKERJAAN BANK
Seorang tidak bisa menghukumi sesuatu
kecuali setelah mengetahui gambarannya dan pokok permasalahannya. Dari
sinilah, penting bagi kita untuk mengetahui hakekat Bank agar kita bisa
menimbangnya dengan kaca mata syari’at.
Pekerjaan Bank ada yang boleh dan ada yang haram, hal itu dapat kita gambarkan secara global sebagai berikut:
A. Pekerjaan Bank Yang Boleh
1. Transfer uang dari satu tempat ke tempat lain dengan ongkos pengiriman.
2. Menerbitkan kartu ATM untuk memudahkan
pemiliknya ketika bepergian tanpa harus memberatkan diri dengan me
mbawa uang di tas atau dompet.
mbawa uang di tas atau dompet.
3. Menyewakan lemari besi bagi orang yang ingin menaruh uang di situ.
4. Mempermudah hubungan dengan
Negara-negara lain, di mana Bank banyak membantu para pedagang dalam
mewakili penerimaan kwitansi pengiriman barang dan menyerahkan uang
pembayarannya kepada penjual barang.
Pekerjaan-pekerjaan di atas dengan adanya ongkos pembayaran hukumnya adalah boleh dalam pandangan syari’at.
B. Pekerjaan Bank Yang Tidak Boleh
1. Menerima tabungan dengan imbalan
bunga, lalu uang tabungan tersebut akan digunakan oleh Bank untuk
memberikan pinjaman kepada manusia dengan bunga yang berlipat-lipat dari
bunga yang diberikan kepada penabung.
2. Memberikan pinjaman uang kepada para
pedagang dan selainnya dalam tempo waktu tertentu dengan syarat peminjam
harus membayar lebih dari hutangnya dengan peresentase.
3. Membuat surat kuasa bagi para pedagang
untuk meminjam kepada Bank tatkala mereka membutuhkan dengan jumlah
uang yang disepakati oleh kedua belah pihak. Tetapi bunga di sini tidak
dihitung kecuali setelah menerima pinjaman.[2]
BUNGA BANK ADALAH RIBA
Dengan gambaran di atas, maka nyatalah
bagi kita bahwa kebanyakan pekerjaan Bank dibangun di atas riba yang
hukumnya haram berdasarkan Al-Qur’an, hadits dan kesepakatan ulama
Islam.
1. Dalil Al-Qur’anوَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. Al-Baqoroh: 275)
Cukuplah bagi seorang muslim untuk
membaca akhir surat Al-Baqoroh ayat 275-281, maka dia akan merinding
akan dahsyatnya ancaman Allah kepada pelaku riba. Bacalah dan
renungkanlah!!
2. Dalil haditsعَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.3. Dalil Ijma’
Dari Jabir berkata: Rasulullah melaknat orang yang memakan riba, wakilnya, sekretarisnya dan saksinya. (HR. Muslim 4177)
- Para ulama sepanjang zaman telah bersepakat tentang haramnya riba, barangsiapa membolehkannya maka dia kafir[3]. Bahkan, riba juga diharamkan dalam agama-agama sebelum Islam. Imam al-Mawardi berkata: “Allah tidak pernah membolehkan zina dan riba dalam syari’at manapun”.[4]
- Kalau ada yang berkata: Kami sepakat dengan anda bahwa riba hukumnya adalah haram, tetapi apakah bunga Bank termasuk riba?! Kami jawab: Wahai saudaraku, janganlah engkau tertipu dengan perubahan nama. Demi Allah, kalau bunga Bank itu tidak dinamakan dengan riba, maka tidak ada riba di dunia ini, karena riba adalah semua tambahan yang disyaratkan atas pokok harta, inilah keadaan bunga bank konvensional itu.
Kami tidak ingin memperpanjang permasalahan ini. Cukuplah sebagai renungan bagi kita bahwa telah digelar berbagai seminar dan diskusi tentang masalah ini, semunya menegaskan kebulatan bahwa bunga Bank konvensional adalah riba yang diharamkan Allah[5]. Bahkan dalam muktamar pertama tentang perekonomian Islam yang digelar di Mekkah dan dihadiri oleh tiga ratus peserta yang terdiri dari ulama syari’at dan pakar ekonomi internasional, tidak ada satupun di antara mereka yang menyelisihi tentang haramnya bunga Bank.
Sebagai faedah, kami akan menyebutkan beberapa fatwa dan muktamar besar yang menyimpulkan haramnya bunga Bank:
- Keputusan muktamar kedua Majma’ Buhuts Islamiyyah di Kairo pada bulan Muharram tahun 1385 H/Bulan Mei tahun 1965 M dan dihadiri oleh para peserta dari tiga puluh Negara.
- Keputusan muktamar kedua Majma’ Fiqih Islami di Jeddah pada 10-16 Rabi’ Tsani 1406 H/22-28 Desember 1985 M.
- Keputusan Majma’ Robithoh Alam Islami yang diselenggarakan di Mekkah hari sabtu 12 Rojab 1406 H sampai sabtu 19 Rojab 1406 H.
- Keputusan muktamar kedua tentang ekonomi Islami di Kuwait pada tahun 1403 H/1983 M.
- Keputusan Majma’ Fiqih Islam di India pada bulan Jumadi Ula 1410 H.[6]
- Setelah menukil ijma’ ulama tentang masalah haramnya bunga bank, DR. Ali bin Ahmad As-Salus mengatakan:
“Dengan demikian, maka masalah bunga bank menjadi masalah haram yang jelas dan bukan lagi perkara yang samar, sehingga tidak ada ruang lagi untukperselisihan dan fatwa-fatwa pribadi”.[7]
Setelah konsensus ini, maka janganlah kita tertipu dengan berbagai syubhat (kerancuan) sebagian kalangan[8] yang berusaha untuk membolehkan riba Bank, apalagi para ulama telah bangkit untuk membedah syubhat-syubhat tersebut.[9]
BEKERJA DI BANK
Bila kita ketahui bahwa Bank adalah
tempat riba yang diharamkan dalam Islam, maka bekerja di Bank hukumnya
adalah haram, karena hal itu berarti membantu mereka dalam keharaman dan
dosa, atau minimalnya adalah berarti dia ridho dengan kemunkaran yang
dia lihat. Allah berfirman:
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.(QS. Al-Maidah: 2)
Ayat ini merupakan kaidah umum tentang
larangan tolong menolong di atas dosa dan kemaksiatan. Oleh karenanya,
para ahli fiqih berdalil dengan ayat di atas tentang haramnya jual beli
senjata pada saat fitnah, jual beli lilin untuk hari raya Nashoro dan
sebagainya, karena semua itu termasuk tolong menolong di atas
kebathilan.
Lebih jelas lagi, perhatikan bersamaku hadits berikut:عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
Dari Jabir berkata: Rasulullah melaknat orang yang memakan riba, wakilnya, sekretarisnya dan saksinya. (HR. Muslim 4177)
- Imam Nawawi berkata: “Hadits ini jelas menunjukkan haramnya menjadi sekretaris untuk riba dan saksinya. Hadits ini juga menunjukkan haramnya membantu kebathilan”.[10]
Para ulama kita sekarang telah menegaskan
tentang tidak bolehnya menjadi pegawai Bank, sekalipun hanya sebagai
satpam. Kewajiban baginya adalah menghindari dari laknat Allah dan
mencari pekerjaan lain yang halal, sesungguhnya Allah Maha luas
rizkiNya.[11]
BOLEHKAH MENYIMPAN UANG DI BANK?
Pada asalnya menyimpan uang di Bank hukumnya tidak boleh karena hal itu termasuk membantu kelancaran perekonomian riba yang jelas hukumnya haram,
sebab uang tersebut akan digunakan oleh Bank untuk memberikan pinjaman
kepada orang lain dengan riba. Oleh karena itu, maka pada asalnya setiap
muslim harus putus hubungan dan thalak tiga dengan Bank. Hanya saja,
pada zaman sekarang terkadang seorang tidak bisa menghindari diri dari
Bank, sehingga para ulama membolehkannya apabila dalam keadaan dharurat
sekali dan tidak ada cara lain untuk menyimpan hartanya.
Dari sini, dapat kita katakan bahwa orang yang menyimpan uang di Bank tidak keluar dari dua keadaan:
Pertama: Orang yang
ingin membungakan dan mengembangkan hartanya dengan jalan riba. Tidak
ragu lagi bahwa orang ini telah terjatuh dalam keharaman dan terancam
dengan peperangan Allah dan rasulNya. Lantas, siapakah yang menang jika
berhadapan dengan Allah dan rasulNya?!
فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِKedua: Orang yang ingin menyimpan hartanya agar aman. Hal ini terbagi menjadi beberapa keadaan:
Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. (QS. Al-Baqoroh: 279)
1. Apabila ada tempat lain atau bank Islam yang bersih dari riba untuk penyimpanan secara aman, maka tidak boleh dia menyimpan di bank konvensional karena tidak ada kebutuhan mendesak dan ada pengganti lainnya yang boleh.
MEMANFAATKAN BUNGA BANK2. Apabila tidak ada bank Islami yang bersih dari riba atau tempat aman lainnya padahal dia sangat khawatir bila harta tersebut akan dicuri atau lainnya, maka hukumnya adalah boleh karena dharurat. Hal ini berbeda-beda sesuai keadaan manusia. Artinya, tidak semua orang terdesak untuk menyimpan uangnya di Bank. Maka hendaknya seorang bertaqwa dan takut kepada Allah, janganlah dia meremehkan dengan alasan dharurat padahal tidak ada dharurat sama sekali sebagaimana banyak dilakukan oleh kebanyakan kaum muslimin.[12]
Kalau kita katakan bahwa boleh menabung
di Bank dalam kondisi dharurat, maka tentu saja akan muncul pertanyaan:
Apa yang kita perbuat dengan bunga (baca: riba) yang diberikan Bank kepada tabungan kita?!
Kami katakan: Ada beberapa kemungkinan apa yang kita lakukan terhadapnya:1. Mengambilnya dan memanfaatkannya seperti uang pokok.
2. Membiarkannya untuk Bank agar dimanfaatkan sesuka Bank.
3. Mengambilnya lalu merusaknya.
4. Mengambilnya lalu memberikannya kepada fakir miskin atau untuk keperluan umum bagi kemaslahatan kaum muslimin5. Mengambilnya dan memberikannya kepada orang yang dizhalimi oleh Bank dengan riba.
Pendapat yang paling mendekati kebenaran -menurut kami- adalah pendapat keempat
yaitu mengambilnya dan memberikannya kepada fakir miskin atau keperluan
umum bukan dengan niat sedekah tetapi untuk membebaskan diri dari uang
yang haram. Inilah pendapat yang dipilih oleh para ulama seperti Lajnah Daimah[13], al-Albani[14], Musthofa az-Zarqo dan lain sebagainya[15].
SOLUSI DAN SERUAN- Setelah keterangan singkat di atas maka sudah semestinya bagi kaum muslimin, khususnya kepada para pemimpin[16] untuk mengingkari bersama praktek riba yang berkembang di Bank dan berusaha untuk mendirikan Bank-Bank Islam yang bersih dari riba dan sesuai dengan undang-undang syari’at Islam yang mulia, atau memperbaiki bank-bank Islam yang sudah ada karena masih disinyalir oleh banyak kalangan belum bersih dari praktek riba dan belum memadai pelayanannya di semua penjuru kota.
- Sungguh keji keji ucapan seorang bahwa tidak ada Bank kecuali dengan bunga dan tidak ada kekuatan ekonomi Islam kecuali dengan Bank[17]. Ini adalah kedustaan nyata, sebab sepanjang sejarah Islam berabad-abad lamanya, perekonomian mereka stabil tanpa Bank Riba.
- Sekali lagi, kami menghimbau kepada para ulama, para pemimpin, para ahli ekonomi, para pedagang besar untuk berkumpul dan mendiskusikan masalah ini dengan harapan agar Bank-Bank Islam yang bersih dari kotoran riba akan banyak bermunculan di Negeri kita tercinta sehingga kita tidak lagi membutuhkan kepada bank-bank riba. Dan kewajiban bagi setiap muslim untuk bahu-membahu mendukung ide tersebut agar mereka selamat dari jeratan riba yang menyebabkan murka Allah.
disusun oleh:
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As SidawiDAFTAR REFERENSI
1. Al-Mu’amalat Al-Maliyah Al-Mu’ashiroh fil Fiqih Al-Islami karya DR. Muhammad Utsman Syubair, cet Dar Nafais, Yordania, cet keenam tahun 1427 H.
2. Al-Mu’amalat Al-Maliyah Al-Mu’ashiroh karya Sa’aduddin Muhammad Al-Kibbi, cet Maktab Islami, Bairut, cet pertama 1423 H.
3. Ar-Riba fil Mu’amalat Al-Mashrofiyyah Al-Mu’ashiroh karya DR. Abdullah bin Muhammad As-Saidi, cet Dar Thoibah, KSA, cet kedua 1421.
4. Qodhoya Fiqhiyyah Mu’ashiroh karya Muhammad Burhanuddin, cet Darul Qolam, Bairut, cet pertama 1408 H.
5. Fawaidul Bunuk Hiya Riba Al-Harrom karya DR. Yusuf al-Qorodhawi, cet Muassasah Ar-Risalah, Bairut, cet kedua tahun 1423 H.
6. Dan lain-lain.
[1] Al-Mashorif wa Buyutu Tamwil Islamiyyah karya Ghorib al-Jamaal hlm. 23, Al-Muamalat Al-Maliyah Al-Mu’ashiroh karya DR. Muhammad Utsman Syubair hlm. 252-253, Ar-Riba wal Mu’amalat Al-Mashrofiyyah karya Umar Al-Mutrik hlm. 309.
[2] Al-Bunuk Al-Islamiyyah Baina Nadhoriyyah wa Tathbiq hlm. 37-39 karya DR. Abdullah bin Ahmad ath-Thoyyar, Al-Mu’amalat Al-Maaliyah Al-Mu’ashiroh hlm. 253-254 karya Sa’aduddin Muhammad Al-Kibbi, Al-Jami’ fi Fiqhi Nawazil 1/92 karya Shalih bin Abdillah al-Humaid.
[3] Lihat Al-Ifshoh Ibnu Hubairah 1/326, Syarh Muslim an-Nawawi 4/93-94, Az-Zawajir Al-Haitsami 1/222, Al-Muqoddimat wal Mumahhidat Ibnu Rusyd 2/503.
[4] Al-Hawii Al-Kabir 5/74.
[5] Lihat kitab Syaikh DR. Yusuf Al-Qorodhowi yang berjudul “Fawaidul Bunuk Hiya Riba Al-Harom” (Bunga Bank Adalah Riba Yang Haram), cet kedua 1421 H, Muassasah Ar-Risalah, Bairut.
[6] Lihat teks-teks keputusan tersebut dalam Fawaid Bunuk Hiya Riba Muharrom hlm. 106-122 karya Yusuf Al-Qorodhowi
dan Fiqih Nawazil oleh al-Jizani 3/136-145.
[7] Al-Mu’amalat Al-Maliyah Al-Mu’ashiroh fi Dhoui Syari’ah Islamiyah hlm. 36, dinukil juga oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam risalah Ar-Riba hlm.31-32.
[8] Lihat kitab Al-Ashroniyyun hlm. 259-261 oleh Muhammad Hamid an-Nashir dan Manhaj Tasir Al-Mu’ashir hlm. 152-161 oleh Abdullah bin Ibrahim ath-Thowil.
[9] Lihat bantahan syubhat-syubhat masalah ini dalam Ar-Riba fil Mu’amalat Al-Mashrofiyyah Al-Mu’ashiroh karya DR. Abdullah bin Muhammad as-Saidi dan Taudhiful Amwal Bainal Masyru’ wal Mamnu’ oleh DR. Abdullah bin Muhammad ath-Thoyyar hlm. 64-75.
[10] Syarh Shohih Muslim 11/26.
[11] Lihat Fatawa Ulama Baladil Haram hlm. 1187-1193 kumpulan DR. Khalid al-Juraisi, Fatawa Al-Ahum wal Bunuk hlm. 53 kumpulan Abdurrahman asy-Syitri, Fatawa Lajnah Daimah 13/344 kumpulan Ahmad ad-Duwaisy.
[12] Lihat Ar-Riba fil Mu’amalat Al-Mashrofiyyah Al-Mu’ashiroh 2/923-959 oleh DR. Abdullah bin Muhammad as-Sa’idi, Al-Mu’amalat Al-Maliyah Al-Mu’ashiroh hlm. 267 oleh Sa’aduddin Muhammad al-Kibbi, Qodhoya Fiqhiyyah Muashiroh hlm. 16-18 oleh Muhammad Burhanuddin, Mu’amalat Bunuk Al-Haditsah hlm. 49 oleh DR. Ali As-Salus, Fatawa Lajnah Daimah 13/346-351.
[13]
Lajnah Daimah adalah lembaga fatwa di Saudi Arabia, diketuai oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz, anggota: Abdullah al-Ghudayyan, Shalih
al-Fauzan, Abdul Aziz Alu Syaikh, Bakr Abu Zaid. (Lihat Fatawa Lajnah Daimah 13/354).
[14]
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani pernah menulis surat kepada
Syaikh Abdul Aziz bin Baz berisi pembahasan tentang uang riba yang
disimpan di bank-bank. Beliau berkesimpulan bahwa uang-uang tersebut
boleh untuk digunakan dalam kebaikan-kebaikan selain makan, minum dan
pakaian. Dan digunakan dalam hal-hal yang akan habis seperti bensin,
kayu baker, memperbaiki WC dan jalan umum serta mencetak kitab…Syaikh
Ibnu Baz akhirnya menulis jawaban yang berisi bahwa beliau setuju dengan
pendapatnya. (Al-Imam Al-Albani Durusun wa ‘Ibar hlm. 258 karya Syaikh DR. Abdul Aziz bin Muhammad as-Sadhan).
[15] Lihat Qodhoya Fiqhiyyah Mu’ashiroh hlm. 26-27 oleh Muhammad Burhanuddin, Al-Muamalat Al-Maliyah Al-Mua’shiroh hlm. 276-286 karya Sa’aduddin Muhammad al-Kibbi).
[16]
Alangkah bagusnya ucapan Imam Al-Mawardi: “Adapun muamalat yang munkar
seperti zina dan transaksi jual beli haram yang dilarang syari’at
sekalipun kedua belah pihak saling setuju, apabila hal itu telah
disepakati keharamannya, maka kewajiban bagi pemimpin untuk mengingkari
dan melarangnya serta menghardiknya dengan hukuman yang sesuai dengan
keadaan dan pelanggaran”. (Al-Ahkam As-Sulthoniyyah hlm. 406).
[17] Ini adalah ucapan penasehat ekonomi, Ibrahim bin Abdillah an-Nashir dalam kitabnya Mauqif Syari’ah Islamiyyah Minal Mashorif hlm.
1. Kitab ini telah diingkari secara keras oleh Majma’ Fiqih Islam dalam
Muktamar di Mekkah hari Sabtu Shofar 1408 H, dan dibantah oleh Syaikh
Abdul Aziz bin Baz dalam Majalah Robithoh bulan Syawal 1407 H dan Syaikh Muhammad Rosyid al-Ghufaili dalam kitab Nutaful Ma’arif fir Roddi ‘ala Man Ajaza Riba Al-Mashorif, cet Darul Wathon.
sumber : http://pengusahamuslim.com/ada-apa-dengan-bank-konvensional
No comments:
Post a Comment