BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Kebutuhan
masyarakat muslim di Indonesia akan adanya bank yang beroperasi sesuai dengan
nilai-nilai dan prinsip ekonomi
islam(Islamic economic system),secara yuridis baru mulai diatur dalam Undang
Undang No. 7 Tahun 1992 Perbankan.Dalam UU tersebut eksistensi bank islam atau
perbankann syariah belum dinyatakan secara eksplisit,melainkan baru disebut
dengan menggunakan istilah “ Bank berdasarkan Prinisip Bagi Hasil “. Pasal 6
maaupun Pasal 13 UU tersebut yang menyatakan adanya bamk berdasarkan prinsip
bagi hasil terkesan hanya berupa sisipan,belum begitu tampak adana kesungguhan
untuk mengatur beroperasinya bank islam di Indonesia.apa pula landasan hukum
operasinalnya dan kegiatan usaha apa saja yang dapat dioperasikan dan
diimplementasikan oleh bank tersebut,sama sekali belum ditegaskan dalam UU
tersebut.
UU No. 7 Tahun
1992 dirubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,yang ditegaskan
tentang keberadaan Bank Syariah dalam system perbankan Nasional disamping Bank
Konvesional.hal ini antara lain dinyatakan pada Pasal 1 ayat 3 dan 4 UU
tersebut.Konsep perbankan islam sebelumnya hanya disebut sebagai prinsip bagi
hasil,sekarang dalam UU tersebut sudah disnyatakan secara jelas yang
menggunakan istilah “Bank Berdasarkan prinsip Syariah”.Bahkan,UU tersebut telah
memberikan arahan bagi bank-bank konvesional untuk membuka cabang syariah.
Pada awalnya upaya
melengkapi aturan hukum mengenai bank syariah,antara lain dilakukan oleh Bank
Indonesia (BI) dengan mengeluarkan beberapa Surat Keputusan(SK),yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari UU perbankan tersebut sebagai landasan operasional
bagi bank syariah.diantara beberapa Surat keputusan tersebut adalah SK direksi
BI No.32/34/KEP/DIP tanggal 12 mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip
Syariah,dan SK Direksi BI No.32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank
Prekreditan Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah.yang mana kedua SK tersebut kemudian diganti menjadi
peraturan Bank Indonesia(PBI) No.6/24/PBI/2004 Oktober tentang Bank Umum yang
melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.dan PBI No.
6/17/PBI/2004 tanggal 1 juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan
Prinsip Syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PERBANKAN SYARIAH.
Perbankan
Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah,mencakup kelembagaan,kegiatan usaha,serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiataan usahanya(Pasal 1 angka 1 UU No.21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah).[1]Dengan
definisi itu,berarti perbanakan Syariah meliputi Bank Umum Syariah(BUS),Unit
Usaha Syariah(UUS),dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah(BPRS).
Bank
Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha hanya berdasarkan prinsip
Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas BUS dan BPRS(Pasal 1 UU 7 perbankan
Syariah).Dengan Definisi itu berarti Bank Syariah meliputi BUS dan BPRS.UUS
tidak termasuk kedalamnya.
Dengan
begitu,jika dalam perbankan Syariah berarti meliputi pada BUS dan UUS dan
BPRS.sedangkan Bank Syariah hanya meliputi BUS dan BPRS.
Dalam
UU perbankan Syariah,ketentuan yang diperuntukan untuk perbankan Syariah
disebut dengan Perbankan Syariah atau Bank Syariah dan UUS. Contoh dari
ketentuan yang menggunakan istilah perbankan Syariah adalah Pasal 55 Ayat 1 UU
Perbankan Syariah bahwa ”Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dlakukan oleh
pengadilan dalam lingkungan peradilan Agama”. Pasal ini berlaku untuk BUS ,UUS
, dan BPRS.
Contoh
dari ketentuan yang menggunakan “Bank Syariah dan UUS “ adalah Pasal 4 UU
perbankan Syariah bahwa bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi
menghimpun dana dan menyalurkan dan masyarakat,atau pasal 5 UU perbankan
Syariah bahwa ‘setiap pihak yang akan melakukan kegiatan usaha Bank Syariah
atau UUS wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Babk Syariah atau
UUS dari Bank Indonesia.
B.
TUJUAN PERBANKAN SYARIAH.
Perbankan
Syariah,sebagaimana diulas dalam pasal 3 UU perbankan Syariah,bertujuan
menunjang pelaksanaan Pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
keadilan,kebersamaann,dan kesejahteraan rakyat.dalam mencapai tujuan menunjang
pelaksanaan pembanguna nasional,perbankan syariah tetap berpegang apada prinsip
Syariah secara menyeluruh (kaffarah) dan ko
nsisten(istiqamah).
nsisten(istiqamah).
Prinsip
Syariah merupakan kunci yang sangat penting dalam memahami perbankan Syariah,
Dalam UU Perbankan Syariah menjelaskan tentang Prinsip Syariah dijelaska dalam
dua pasal ditempat berbeda,yaitu
-
yang
tertera ada Pasal 1 angka 12 UU perbankan Syariah bahwa”Prinsip Syariah adalah
prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan
oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah
,”lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah
selama ini adalah Majelis Ulama Indonesia(MUI) melalui Dewan Perwakilan Syariah.
-
Tertera
yang jelaskan Pasal 22 UU Perbankan Syariah bahwa kegiatan yang sesuai denagn
prinsip syariah antara lain.adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsure
:
a.
Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak ah(bathil) antara lain tidak
sama dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama
kualitasnya,kuantitasnya dan swaktu-waktu penyerahan(fadhl),atau dalam
transaksi pinjam meminjam yang
mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diteriam
melebiihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu(wasi’ah).
b.
maisir yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti
dan bersifat untung-untungan.
c.
gharar yatiu transaksi yang objeknya tidak jelas ,tidak memilki,tidak
dikateahui keberadaanya,atau tidak diserahkan pada saat transaksi dilakukan
kecuali diatur lain dalam syariah.
d
.haram yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah.
e. zalim yaitu transaksi yang menimbulkan
ketidak stabilan bagi pihak lainya.
Kedua
pasal diatas bertujuan bahwa kegiatan yang sesuai dengan prinsip syariah sangat
luas sehingga lembaga yang mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan fatwa ruang
untuk Majelis Ulama Indonesia masih uang untuk menentukan sesuatu yang sesua
engan Prinsip Syariah atau tidak.selanjutya,UU Perbankan Syariah hanya
menentukan garis batas yang tidak boleh dilanggar,yang berupa gharar, alim,
haram dan lain-lain.selama tidak melanggar hal diatas,maka Perbankan Syariah
dapat melakukanya.
Penjelasan
prinsip Syariah dalam UU perbankan Syariah agak berbeda dengan yang diulas dalm
Pasal 1angka 13 No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.[2]bahwa
prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank
dengan pihal lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiataan usaha,atau
kegiatan lainya yang dinyatakan sesuai dengan syariah,anatara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi
hasil(mudharabah),pembiayaan berdasarkan primsip pernyataan
modal(musyarakah),prinsip jual beli barang dengan memperleh
keuntungan(murabahah),atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa
murni tanpa adanya pilihan(ijarah),atau dengan adanya pilihan permindhab
kepimilkan atas barang yang disewakan dari pihak bank oleh piak lain(ijarah wa
iqtina).
Ini
berarti,prinsip syariah dalam UU No.10 Tahun 1998 menegaskan apa harus
dilakukan perbankan Syariah sehingga terkesan memberikan kerangkaan yang tidak
boleh di langgar.sedangkan prinsip syariah dalam UU perbankan Syariah
menegaskan apa yang harus dihindari perbankan syariah ketika melakukan kegiatan
ekonomi apa saja serta memberikan ruang kepada fatwa ulama untuk menentukan
didalamnya.dengan menggunakan kerangka diatas,maka UU Perbankan Syariah
memberikan keluasan kepada Perbankan Syariah untuk melakukan berbagai maca
kegiatan ekonomi,sepanjang tidak membentur garis batas,seperti grahar
,haram,zalim,dan lain-lin.ini berarti,perbankan Syariah harus terus melakukan
ijtihad ekonomi,ijtihad ekonomi adalah usaha sungguh-sungguh dari para ahli
untuk mendapatkan garis hukum yang belum jelas atau tidak ditentukan secara
ekslisit dalam Al-Quran dan Sunnah/Hadis.
C.
KELEMBAGAAN PERBANKAN SYARIAH.
Secara
Kelembagaan Perbankan Syariah di Indonesia dapat dibagi ke dalam 3
kelompok,antara lain[3]:
a)
Bank
Umum Syariah (BUS).
adalah Bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BUS dapay melakukan kegiatan
usaha sebagai bank devisa atau non devisa.
b)
Unit
Usaha Syariah (UUS).
Adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvesional yang
berfunsi sebagai kantor induk dari kantor atau uniy yang melaksanaakan kegiatan
usaha berdasarkn prinsip Syariah,atau Unit kerja kantor cabang dari suatu bank
yang berkedudukan di luar negri yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvesional yang befungsi sebagai kantor induk sari kantor cabang pembantu
syariah atau unit syariah. UUS dapat berusaha sebagai bank devisa atau bank non
devisa .UUS mempunyai tugas sebagai berikut :
-
Menggatur
dan mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang syariah
-
Melaksanakan
fungsi treasury dalam rangka pengelolaan dan penempatan dana yang bersumber
dari kantor cabang syariah.
-
Menyusun
laporan keuangan konsolidasi dari seluruh cabang syariah.
-
Melakukan
tugas penataan usahaan laporan keuangan kantor
cabang syariah.
c)
Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah(BPRS).
Adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
Sebenarnya,masih ada satu lagi kelembagaan keuangan islam yang
belum terjemah peraturan perundang-undangan,yaitu baitul Malwat Tamwil(BMT).
BMT hamper serupa dengan BPRS,dengan permodalan,cakupan operasi,dan lan-lain
yang sering kali lebih kecil dibandingkan dengan BPRS.karena tidak tersentuh ranah
hukum,maka pengelola dan pengurus BMT harus berjuang minimal agar dapat menjadi
BPRS ,dan lebih bagus lagi jika menjadi BUS.
Kepanjangan BPRS dalam UU Perbankan Syariah adalah Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah,bukan Bank Prekreditan Rakyat Syariah seperti yang selama ini
dikenal dalam masyarakat atau bahkan dalam peratutan Bank Indonesia(PBI).yang
berarti,semua peraturan perundang-undangan terutama PBI yang menyebutkan BPRS
sebagai Bank Prekreditan Rakyat Syariah harus dig anti segara di ubah,
Pembiayaan merupaka istilah yang lebih sesuai untuk menggambarkan
system bagi hasil dan bagi resiko.sedangkan Prekreditan lebih sesuai dengan
system bunga berbunga yang dianut dalam perbankan konvesional.Pembiayaan dalam
Pasal 1 angka 25 UU Perbankan Syariah diartikan sebagai “Penyediaan dana atau
tagihan yang persamaankan dengan itu yang berupa;
-
Transaksi
bagi hasil dalam bentuk mudharabbah dan musyarakah.
-
Transaksi
sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya
bittanlik.
-
Transaksi
jual beli dalam bentuk piutang murabbahah,salam ,dan istishna.
-
Transaksi
sewa –menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak
yang dibiayai atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah tanpa imbalan atau bag
hasil.
Berkaitan
dengan kelembagaan,UU perbankan Syariah menentukan bahwa Bank konvesional yang
akan melaksanakan layanan syariah,harus terlebih dahulu membuka UUS (pasal 5
ayat 9 UU Perbankan Syariah).selanjutnya,UU perbankan Syariah mendorong agar
UUS menjadi BUS.Untuk itu,UU Perbankan Syariah bahwa”dalam hal Bank umum
konvesional memiliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50
persen dari total nilai aset bank
induknya atau 15 tahun sejak berlakunya UU ini,maka Bank Umum KOnvesional
dimaksud wajib melakukan permisahan UUS tersebut menjadi BUS” (pasal 68 UU
Perbankan Syariah).
UU
Perbankan Syariah menetapkan bahwa BUS ,UUS,atau BPRS tidak boleh dialihkan
menjadi Bank Umum Konvesional atau BPR (Pasal 5 ayat 7dan 8 UU perbankan
Syariah).
D.
PENDIRIAN PERBANKAN SYARIAH.
Ø Perizinan Pendirian Bank Umum
Syariah dan BPRS.
Pasal
16 UU No. 10 tahun 1998 menetapkan bahwa persyaratan dan tata pendirian Bank
Umum dan BPR syariah ditetapkan oleh Bnak Indonesia. Ketentuan yang lebih rinci
mengenai tata cara pendirian dan kegiatan usaha bank syariah dijabarkan lebih
lanjut dalam surat Keptusan Direksi Bank Indonesia yaitu S,Direksi BI
No.32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum,SK Direksi BI
No.32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan prinsip
Syariah,SK Direksi BI No. 32/36/KEP/DIR tanggal 21 Mei 1999 tentang Bank
Prekrediatan Rakyat berprinsip Syariah.Kedua SK Direktur BI yang terakhir kini
telah diganti dengan peraturan Bank Indonesia(PBI) No.6/24/PBI/2004 tanggal 14
Oktober 2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha berdasarkan
Prisip Syariah.dan PBI No.7/35/2005 tanggal 25 September 2005 tentang Perubahan
Atas PBI No.6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan Kegiatan Uasaha
berdasarkan Prinsip Syariah dan Peraturan Bank Indonsia(PBI)No.6/17/PBI/2004
tanggal 1 juli 2004 tentang Bank Prekreditan Rakyat berdasarkan prinsip Syariah.
Pendirian
Bank Syariah untuk Bank Umum dan BPR Syariah ditentukan harus memenuhi
persyaratan pemilik,pengurus,modal dan persyaratan lainya.permohonan pendiri
Bank Umum atau BPR Syariah diajukan oleh calon pemilik bank dengan melalui 2
tahan perizinan yaitu: izin prinsip dan izin usaha.
Berikut Tabel
Persyaratan Bank Umum dan BPR
Syariah.[4]
Persyaratan
|
Bank Umum
Syariah
|
BPR
Syariah
|
Pemodalan
|
a. Modal disetor semula Rp 3 triliun menjadi Rp 1 triliun.
b. Sumber dana untuk modal disetor tidak boleh berasal dari
pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank atau pihak
lain di Indonesia.
c. Sumber dana Modal disetor tidak boleh dari sumber yang
dharamkan termasuk untuk tujuan pencucian uang.
|
a. Modal disetor Rp 2 miliar ( diwilayah jabotarbek dan
karawang). Rp 1 miliar ( di ibu kota
provinsi diluar jaborabek dan Karawang). Rp 500 juta ( di wilayah lain).
b. Sumber dana untuk modal disetor tidak boleh berasal dari
pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apa pun dari bank atu pihak
lan di Indonesia.
c. Sumber dana modal
disetor tidak boleh dari sumber yang diharamkan termasuk hasil kegiatan yang
melanggar hukum.
|
Kepemilikan
|
a. Warga Negara Indonesia dengan Badan Hukum Asing secara kemitraan.
b. Kepemilikan asing sampai dengan 99% dari jumlah saham melalui
investasi langsung maupun bursa.
c. Pemilik tidak termasuk Daftar orang tercela (DOT) dan memilih
integritas.
|
a. Warga Negara Indonesia (Badan Hukum Indonesia atau
Perorangan).
b. Pemilih tidak termasuk Daftar Orang Tercela(DOT) dan memilih
Integritas.
|
Kepengurusan
|
a. Direksi tidak termasuk kedalam Daftar Orang Tercela(DOT)
b. Direksi memiliki kemampuan dan integritasi yang baik.
c. Direksi berpengalaman dalam operasional bank sebagai penjabat
eksekutif.
d. Direksi dilarang
memiliki hubungan dengan
derajat kedua termasuk besan dengan anggota direksi lain atau anggota dewan
komisaris.
|
Idem
Idem
idem
|
Persyaratan
|
a. direksi merangkap cabatan sebagai anggota dewan
komisaris,direksi,atau pejabat eksekutif pada bank,perusahaan atau lembagaa
lan.
b. direksi dilarang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama
memiliki saham 20% dari modal di setor pada perusahaan lain.
|
Idem
Idem
|
Kantor Cabang Perubahan.
|
Izin Direksi Bank Indonesia.
|
Idem
|
Nama
|
Dilaporkan secara Tertulis kepada Direksi Bank Indonesia dan
mendapatkan persetujuan Menteri kehakiman
.
|
Idem
|
Perubahan Bentuk Hukum
|
Harus mendapat Persetujuan Direksi Bank Indonesia.
|
Idem
|
Ø Perizinan
Perubahan perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvesional menjadi berdasaraan
Prinsip Syariah.
Ketentuan terpenting lainya juga perlu dikemukan oleh bagian lain
adalah mengenai perizinan hal melakukan konversi.perizinan dimaksud baik dalam
hal Bank Umum Konvesional (BUK) yang ingin mengubah kegiatan usahanya secara
total menjadi berdasarkan syariah.hal ini diatur sedemikian rupa dalam
peraturan Bank Indonesia No.4/1/2002 tentang Perubahan Kegiatan usaha Bank Umum
Konvesional menjadi Bank Umum berdasarkan Prinsip syariah oleh Bank Umum Konvesional,yang
kemudian telah disempurnakan dalam UU No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah.
Menurut ketentuan Pasal 5 ayat 6 dan
9 UU perbankan Syariah tersebut,Bank Konvesional yang ingin mengubah kegiatan
usahanya menjadi berdasarkan prinsip syariah hamya dapat dilakukan dengan izin
bank Indonesia .sementara Bank Umum Konvesional yang akan melakukan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah wajb membuka Unit Usaha Syariah di kantor
pusat bank dengan izin Bank Indonesia.
Adapun bagi Bank Umum Konvesional
yang ingin melakukan usahanya menjadi Bank Umum Syariah(BUS) baik secara total
maupun hanya ingin membuka kantor cabang Syariah pada Kantor Bank Umum Konvesional
tersebut,maka menurut Peraturan Bank Indonesai No.4/1/PBI/2004 perizinannya
sebagai berikut:
·
Perubahan
BUK menjadi BUS .
Bank umum konvesional ingin mengubah
kegiatan usahanya menjadi bank Umum yang berdasarkan prinsip syariah yang harus
terlebih dahulu memperoleh izin dari Dewan Gubernur Bank Indonesia(BI).Adapun
pemberian izin karena terdapat 2 tahap yaitu pertama,persetujuan
prinsip,yakni persetujuan untuk melakukan persiapan perubahan kegiatan
usaha,dan kedua izin perubahan kegiatan usaha,yakni izin untuk melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah setelah persiapan persetujuan
prinsip selesai dilakukan.
Selanjutnya bank umum konvesional
dimaksud mendapatkan izin untuk melakukan konversi menjadi bank umum
syariah,maka bank umum konvesional tersebut wajib menyelesaikan hak dan
kewajiban terhadpa nasabah konvesional selambat-lambatnya 360 hari setelah izin
untuk melakukan perubahan tersebut dikeluarkan.
·
Pembukaan
kantor cabang syariah pada Bank Umum Konvesional.
Dalam hal bank Umum Konvesional
ingin membuka kantor cabang syariah juga terlebih dahulu harus memperoleh izin
dari Dewan Gubernur Bank Indonesia.sesuai dengan ketentuan PBI tersebut
diatas,untuk membuka kantor cabang syariah pada bank umu konvesional.dapat dilakukan dalam tiga cara
yaitu,membuka kantor cabang baru,mengubah atau konversi kantor cabang
konversional yang ada,dan meningkatakan status dan mengubah kantor cabang
pembantu konvesional menjadi cabang syariah penuh.
E.
BADAN HUKUM DAN ANGGARAN DASAR.
Bentuk badan
hukum Bank Syariahyang termasuk didalamnya BUS dan BPRS adalah perseroan yang
terbatas.(Pasal 7 UU Perbankan)ini berarti bank Syariah juga harus tunduk
kepada hal-hal yang sudah diatur dalam UU No.40 tahun 2007 tentang Perseran
Terbatas,termasuk untuk memperoleh Badan Hukumsebagai informasi untuk
mendapatkan badan hukum dari Menteri Hukum dan Hak Asas Manusi(HAM),Menurut
Pasal 9 dan 10 No.40 Tahun 2007,hanya
diperlukan 14 hari terhitung sejak persyaratan dipenuhi,anatara lain berupa
pengisian format isian yang memuat nama dan temmpat kedudukan,jangka
waktu,maksud dan tujuan,jumlah modal dasar,modal ditempatkan,dan modal
disetorkan alamat lengkap perseroan,serta dokumen pendukungnya.[5]
Dalam
Aturan Peralihan telah diaturmengenai batasan UUS beralih menjadi Bank Umum
Syariah,mengingat UUS hanya bersifat sementara, yaitu :
·
Dalam hal Bank Umum Konvensional memiliki UUS yang nilai asetnya
telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluhpersen) dari total nilai aset bank
induknya, maka Bank Umum Konvensional dimaksud wajib melakukan Pemisahan UUS
tersebut menjadi Bank Umum Syariah; atau
·
15 (lima belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Perbankan
Syariah, maka Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS wajib melakukan
pemisahan UUS yang dimilikinya menjadi Bank Umum Syariah.
-
Bank syariah,sebagaimana diamanatkan pasal 8 UU Perbank
Syariah,juga harus mempunyai anggaran dasar yang memuat ketentuan antara lain;
a.
Pengangkatan
anggota direksi dan komasaris hrus
mendapatkan persetujuan Bank Indonesia,
b.
Rapat
Umum pemegang saham Bank Syariah harus menetapkan tugas manajemen,remunerasi
komisaris dan dreksi ,laporan public,penggunaan laba,dan hal lainnya yang
ditetapkan dalam peraturan Bank Indonesia yang mengatur,antara lain;
pembehentian anggota direksi dan komisaris yang tidak lulus uji kemampuan dan
kepatutan.dan pengalihan kepemilikan saham pengendali bank yang harus
mendapatkan persetujuan bank Indonesia.
c.
Pengendalian
izin usaha dari nama lama ke nama bru,perubahan modal dasar,dan perubahan status menjadi bank
terbuka harus mendapatkan persetujan Bank Indonsia.
d.
Perubahan
modal disetor Bank yang meliputi penambahan,pengurangan,dan komposisi harus
mendapatkkan persetujuan Bank Indonesia.
e.
Pelarangan
penjamin saham yang memiliki oleh pemegang saham pengendali(Pasa 8 UU Perbankan
Syariah dan penjelasanya.)
Sedangkan Anggaran dasar perseroan yang diatur dalam Pasal 15 ayat
1 UU No. 40 Tahun 2007 yang juga harus dipatuhi perbanan syariah secara
seluruhan karena berbadan hukum perseroan adalah memuat sekurang-kuranganya
antara lain :
a.
Nama
datempat kedudukan perseroan.
b.
Maksud
tujuan dan usaha perseroan.
c.
Jangka
waktu berdirinya perseroan.
d.
Jumlah
modal asal,modal tempatkan,dan modal disetorkan.
e.
Jumlah
saham klasifikasi,hak-hak yang melekat pada setiap saham dan nilai nominal
setiap saham.
f.
Nama
jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komiaris.
g.
Penetapan
tempat dan tata cara penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham(RUPS).
h.
Tata
cara pengangkatan,penggantian,pembehantian anggota direksi dan Dewan
Komisaris,serta
i.
Tata
cara penggunaan laba dan pembagian dividen.
Perlu ditegaskan dalam UU Perbankan Syariah maupun dalam UU No.40
tentang Perseroan terbatas,istilah yang digunakan adalah anggaran dasar
sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan memuat pula
ketentuan atau anggaran dasar yang sekurang-0kuranganya ..’’ berarti perbankan
Syariah dapat memuat hal lain yang dianggap perlu atau hal lainya yang
diperintahkan peraturan Bank Indonesia yang belum tercantum secara tegas dalam
kedua UU diatas,dengan syarat tidak bertentangan dengan UU dan prinsip Syariah.
Menindak lanjuti penjelasan diatas,Pasal 57 UU No.40 Tahun 2007
telah memberikan hal yang dapat dimasukan dalam anggaran dasar,bahwa;anggaran
dasar Bank Syariah selain memenuhi persyaratan anggaran dasar sebagaimana
diatur dalam ketentuan antara lain ;
a.
Keharusan
penawaran terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu,
b.
Keharusan
mendapatkan perstujuan dahulu dari organ perseroan
c.
Keharusan
mendapatkan persetujuan lebih dahulu dari instasi yang berwenang sesaui dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 7 dan 8 UU perbankan Syariah diatas hanya mengatur Bank
Syariah,sehingga tidak menjangkau UUS .Namun,dengan memperhatikan UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan terbatas,maka
sebenarnya ketentuan tentang badan Hukum dan anggaran dasar untuk Bank Syariah
berlaku juga untuk UUS.hanya saja,Bentuk badan hukum UUS tidak disebutkan secara ekslisit dalam UU
Perbankan Syariah,karena ia masih menginduk pada badan hukum Bank Umum
Konvesional yang memilkinya.Jadi secara implicit,ketentuan tentang badan hukum
dan anggaran dasar Bank Syariah berlaku juga untuk UUS karena penjabaran lebih
lanjut tentang bentuk hukum dan anggaran dasar perseroan mengacu pada UU No.40
tahun 2007 yang berlakunya untuk semua bank,baik Bank Syariah maupun Bank
Konvesional dengan UUSnya,BPR ,dan BPRS.Singkatnya,Bank Syariah harus mempunyai
bentuk badan hukum dan anggaran dasar yang diatur dalam UU Perbankan Syariah
plus UU No.40 tahun 2007,sedangkan UUS harus melakukan hal yang sama karena
merujuk pada UU No.40 Tahun 2007 Plus UU Perbankan Syariah.
Mengenai jenis dan kegiatan usaha bank umum syariah,UUS dan bank
pembiayaan bank syariah di atur dalam pasal 19,20 dan 21. Dalam pasal 19 ayat 1
disebutkan usaha bank umum syariah itu meliputi :
a.
Menghimpun
dana dalam bentuk simpana berupa giro, tabungan, atau bentuk lainnya yang
persamakann dengan itu, beerdasarkan akad wadiah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
b.
Menghimpun
dana dalam bentuk investasi berupa devisito, tabungan, atau bentuk lain yang di
persamakan dengan itu berdasarkan akad mudarabah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
c.
Menyalurkan
pemibiayaann bagi hasil berdasarkan akad mudarabah, akad musyarakah, atau akad
lain yang tidak bertentangan prinsip syariah.
d.
Menyalurkan
pembiayaan berdasarkan akad murobahah, akad salam, akad istihna, atau akad yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
e.
Menyalurkan
pembiayaan berdasarkan akad Qardh atau akad lain tidak bertentangan prinsip
syariah.
f.
Menyalurkan
pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah
berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muthaiyah bittamblik
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
g.
Melakuka
pengambilan utang berdasarkan akad hiwalah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
h.
Melakukan
kartu usaha debit atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
i.
Membeli,
menjual atas resiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan
berdasarkan transaksi nyata antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah,
mudarabah, murabaha, kafalha atau hawalah.
j.
Memberi
surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah
atau bank Indonesia.
k.
Meneriama
pembayaran tagihan atas surat berharga dan melalukan perhitungan dengan pihak
ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah.
l.
Melakukan
penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang berdasarkan
prinsip syariah.
m.
Menyediakan
tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah.
n.
Memindahkan
uang, baik untuk kepentingan sendiri atau untuk kepentingan nasabah berdasarkan
prinsip syariah.
o.
Melakukan
fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah.
p.
Memberikan
fasilitas leter of credit atau bank
garansi berdasarkan prinsip syariah
q.
Melakukan
kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbank kan dan dibidang social
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Kemudian dalam pasal 20 ayat 1
disebutkan selain melakukan kegiatan usaha bank umum syariah dapat pula
meliputi :
a.
Melakuakn
kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah.
b.
Melakukan
kegiatan perrnyetaan modal pada bank umum syariah atau lembaga keuangan yang
melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip syariah.
c.
Melakukan
pernyetaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali pernyataannya.
d.
Bertindak
sebbagai pendiri dan pengururs dana pension berdasarkan prinsip syariah.
e.
Melaukan
kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
dan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal.
f.
Menyelengarkan
kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan
sarana elektronik.
g.
Menerbitkan,
menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan
prinsip syariah baik secara langsung mau[un secara tidak langsung melalui pasar
modal.
h.
Menerbitkan
menawarkan, dana memperdagangkan surat berharga jangka panjang baik secara
langsung mapun secara tidak langsung melalui pasar modal.
i.
Menyediakan
produk atau melakukan kegiatan usaha bank umum syariah lainnya yang berdasarkan
prinsip syariah.
Kegiatan
usaha UUS palas 19 ayat1yang meliputi :
a.
Menghimpun
dana dalam bentuk simpana berupa giro, tabungan, atau bentuk lainnya yang
persamakann dengan itu, beerdasarkan akad wadiah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
b.
Menghimpun
dana dalam bentuk investasi berupa devisito, tabungan, atau bentuk lain yang di
persamakan dengan itu berdasarkan akad mudarabah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
c.
Menyalurkan
pemibiayaann bagi hasil berdasarkan akad mudarabah, akad musyarakah, atau akad
lain yang tidak bertentangan prinsip syariah.
d.
Menyalurkan
pembiayaan berdasarkan akad murobahah, akad salam, akad istihna, atau akad yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
e.
Menyalurkan
pembiayaan berdasarkan akad Qardh atau akad lain tidak bertentangan prinsip
syariah.
f.
Menyalurkan
pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah
berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muthaiyah bittamblik
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
g.
Melakuka
pengambilan utang berdasarkan akad hiwalah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
h.
Melakukan
kartu usaha debit atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
i.
Membeli,
menjual atas resiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan
berdasarkan transaksi nyata antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah,
mudarabah, murabaha, kafalha atau hawalah.
j.
Memberi
surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah
atau bank Indonesia.
k.
Meneriama
pembayaran tagihan atas surat berharga dan melalukan perhitungan dengan pihak
ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah.
l.
Menyediakan
tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah.
m.
Memindahkan
uang, baik untuk kepentingan sendiri atau untuk kepentingan nasabah berdasarkan
prinsip syariah.
n.
Memberikan
fasilitas leter of credit atau bank
garansi berdasarkan prinsip syariah
o.
Melakukan
kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbank kan dan dibidang social
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Kegiatan
usaha UUS pasal 20 ayat 1 yang meliputi :
a.
Melakuakn
kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah.
b.
Melakukan
kegiatan pasar modal sepanjang tidak bertentangan denga prisip syariah dan
ketentuan peraturan perundangan-udangan dibidang pasar modal.
c.
Melakukan
pernyetaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali pernyataannya.
d.
Menyelengarkan
kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan
sarana elektronik.
e.
Menerbitkan,
menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan
prinsip syariah baik secara langsung mau[un secara tidak langsung melalui pasar
modal.
f.
Menyediakan
produk atau melakukan kegiatan usaha bank umum syariah lainnya yang berdasarkan
prinsip syariah.
selanjutnya kegiatan usaha
BPRS Pasal 21 meliputi :
a.
Menghimpun
dana dari ,masyrakat dalam bentuk :
1.
Simpanan
berupa tabungan atau yang di persamakan dengan itu berdasarkan akad wadiah atau
akad lainnya yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2.
Investasi
berupa tabungan dalam bentuk lainnya yang di oersamakan ddengan itu berdasarkan
akad mudarabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
b.
Menyalurkan
dana kepada masyarakat dalam bentuk :
1.
Pembiayaan
bagi hasil berdasarkan akad mudarabah atau musyarakah.
2.
Pembiayaan
berdasarkan akad murabaha, salam atau istina.
3.
Pembiayaan
berdasarkan akad qardh.
4.
Pembiayaan
penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad
ijarah, atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamblik.
5.
Pengambilan
utang berdasarkan akad hawalah.
c.
Menepatkan
dana pada bank syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan akad wadiah atau
investasi berdasarkan akad mudarabah atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
d.
Memindahkan
uang, baik untuk kepentingan sendiri atau untuk kepentingan nasabah melalui rekening
bank pembiayaan rakyat syariah yang ada di bank umum syariah, bank umum
konvensional dan UUS.
e.
Menyediakan
produk atau melalukan kegiatan usaha produk bank syariah lainnya yang sesuai
dengan prinsip syariah berdasarkan bank Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
System
operasional Bank Syariah menurut Peraturan-peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia tidak jauh berbeda dengan bank konvesional,termasuk
kegiatan usahanya secra garis besar bank syaiah dengan bank Konvesional
sama-sam memobilitasi dana dan mendistribusikan kembali dana tersebut dan
dikembalikan kepada masyarakat.lembaga,usaha-usaha produktif lainnya serta
memberikan layanan jasa perbankan lainya kepada masyarakat.yang mana bank
konvesional terletak pada prinsip-prinsip yang dijadikan dasar dalam
menjalankan kegiatan usahanya tersebut, Dalam hal ini Bank Syariah,baik dalam
melakukan kegiatan penghimpun dana (funding) atau penyaluran dana(lending)
maupu dalam memberikan layanan jasa perbankan lainya,sama sekali tidak
menggunakan teknik-teknik financial dengan system bunga seperti bank
Konvesional,dengan teknik-teknik financial yang emata-mata didasarkan pada
prinsip-prinsip syariah,yang antara lain seperti prinsip Wadi’ah, Mudharabah,
Musyarakah, Murabahah, istishna,Salam ,Wakalah dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.Cik
Basir, S.H.,M.H.I 2009.Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Peradilan
Agama dan Mahkamah Syari’ah.Kencana,Jakarta.
UU
No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,Lembaran Negara Repbulik Indonesia Tahun
2008 No.94 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4867.
UU
No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,Lembaran Negara Tahun 2007 No. 106.
[1] Pasal-Pasal
dalm UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
[2] UU
No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan dikutip
dari lembaran Negara tahun 1998 No.182 dan Tambahan lembaran Negara No.3790.
[3] Zubairi Hasan,Undang-Undang Perbankan
Syariah,(Jakarta;Rajawali Pers,2009)hlm 29-30.
[4]
Tabel diambil dari Dhani Gunawan Idar,”Memahami Regulasi Perbankan Syariah
Berdasarkan UU perbankan,’’makalah disampaikan di UIN,9 Juni 2012.
No comments:
Post a Comment