Monday 13 February 2017

Bank Umum Syariah (Perbankan Syariah)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
                        Kebutuhan masyarakat muslim di Indonesia akan adanya bank yang beroperasi sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip  ekonomi islam(Islamic economic system),secara yuridis baru mulai diatur dalam Undang Undang No. 7 Tahun 1992 Perbankan.Dalam UU tersebut eksistensi bank islam atau perbankann syariah belum dinyatakan secara eksplisit,melainkan baru disebut dengan menggunakan istilah “ Bank berdasarkan Prinisip Bagi Hasil “. Pasal 6 maaupun Pasal 13 UU tersebut yang menyatakan adanya bamk berdasarkan prinsip bagi hasil terkesan hanya berupa sisipan,belum begitu tampak adana kesungguhan untuk mengatur beroperasinya bank islam di Indonesia.apa pula landasan hukum operasinalnya dan kegiatan usaha apa saja yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank tersebut,sama sekali belum ditegaskan dalam UU tersebut.
            UU No. 7 Tahun 1992 dirubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,yang ditegaskan tentang keberadaan Bank Syariah dalam system perbankan Nasional disamping Bank Konvesional.hal ini antara lain dinyatakan pada Pasal 1 ayat 3 dan 4 UU tersebut.Konsep perbankan islam sebelumnya hanya disebut sebagai prinsip bagi hasil,sekarang dalam UU tersebut sudah disnyatakan secara jelas yang menggunakan istilah “Bank Berdasarkan prinsip Syariah”.Bahkan,UU tersebut telah memberikan arahan bagi bank-bank konvesional untuk membuka cabang syariah.
            Pada awalnya upaya melengkapi aturan hukum mengenai bank syariah,antara lain dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) dengan mengeluarkan beberapa Surat Keputusan(SK),yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UU perbankan tersebut sebagai landasan operasional bagi bank syariah.diantara beberapa Surat keputusan tersebut adalah SK direksi BI No.32/34/KEP/DIP tanggal 12 mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah,dan SK Direksi BI No.32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Prekreditan Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah.yang mana kedua  SK tersebut kemudian diganti menjadi peraturan Bank Indonesia(PBI) No.6/24/PBI/2004 Oktober tentang Bank Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.dan PBI No. 6/17/PBI/2004 tanggal 1 juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PERBANKAN SYARIAH.
Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah,mencakup kelembagaan,kegiatan usaha,serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiataan usahanya(Pasal 1 angka 1 UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah).[1]Dengan definisi itu,berarti perbanakan Syariah meliputi Bank Umum Syariah(BUS),Unit Usaha Syariah(UUS),dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah(BPRS).
Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha hanya berdasarkan prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas BUS dan BPRS(Pasal 1 UU 7 perbankan Syariah).Dengan Definisi itu berarti Bank Syariah meliputi BUS dan BPRS.UUS tidak termasuk kedalamnya.
Dengan begitu,jika dalam perbankan Syariah berarti meliputi pada BUS dan UUS dan BPRS.sedangkan Bank Syariah hanya meliputi BUS dan BPRS.
Dalam UU perbankan Syariah,ketentuan yang diperuntukan untuk perbankan Syariah disebut dengan Perbankan Syariah atau Bank Syariah dan UUS. Contoh dari ketentuan yang menggunakan istilah perbankan Syariah adalah Pasal 55 Ayat 1 UU Perbankan Syariah bahwa ”Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dlakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan Agama”. Pasal ini berlaku untuk BUS ,UUS , dan BPRS.
Contoh dari ketentuan yang menggunakan “Bank Syariah dan UUS “ adalah Pasal 4 UU perbankan Syariah bahwa bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dana dan menyalurkan dan masyarakat,atau pasal 5 UU perbankan Syariah bahwa ‘setiap pihak yang akan melakukan kegiatan usaha Bank Syariah atau UUS wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Babk Syariah atau UUS dari Bank Indonesia.
B.     TUJUAN PERBANKAN SYARIAH.
Perbankan Syariah,sebagaimana diulas dalam pasal 3 UU perbankan Syariah,bertujuan menunjang pelaksanaan Pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan,kebersamaann,dan kesejahteraan rakyat.dalam mencapai tujuan menunjang pelaksanaan pembanguna nasional,perbankan syariah tetap berpegang apada prinsip Syariah secara menyeluruh (kaffarah) dan ko
nsisten(istiqamah).
Prinsip Syariah merupakan kunci yang sangat penting dalam memahami perbankan Syariah, Dalam UU Perbankan Syariah menjelaskan tentang Prinsip Syariah dijelaska dalam dua pasal ditempat berbeda,yaitu
-        yang tertera ada Pasal 1 angka 12 UU perbankan Syariah bahwa”Prinsip Syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah ,”lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah selama ini adalah Majelis Ulama Indonesia(MUI) melalui Dewan Perwakilan Syariah.
-        Tertera yang jelaskan Pasal 22 UU Perbankan Syariah bahwa kegiatan yang sesuai denagn prinsip syariah antara lain.adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsure :
a. Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak ah(bathil) antara lain tidak sama dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitasnya,kuantitasnya dan swaktu-waktu penyerahan(fadhl),atau dalam transaksi  pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diteriam melebiihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu(wasi’ah).
b. maisir yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan.
c. gharar yatiu transaksi yang objeknya tidak jelas ,tidak memilki,tidak dikateahui keberadaanya,atau tidak diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah.
d .haram yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah.
e.  zalim yaitu transaksi yang menimbulkan ketidak stabilan bagi pihak lainya.
Kedua pasal diatas bertujuan bahwa kegiatan yang sesuai dengan prinsip syariah sangat luas sehingga lembaga yang mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan fatwa ruang untuk Majelis Ulama Indonesia masih uang untuk menentukan sesuatu yang sesua engan Prinsip Syariah atau tidak.selanjutya,UU Perbankan Syariah hanya menentukan garis batas yang tidak boleh dilanggar,yang berupa gharar, alim, haram dan lain-lain.selama tidak melanggar hal diatas,maka Perbankan Syariah dapat melakukanya.
Penjelasan prinsip Syariah dalam UU perbankan Syariah agak berbeda dengan yang diulas dalm Pasal 1angka 13 No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.[2]bahwa prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihal lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiataan usaha,atau kegiatan lainya yang dinyatakan sesuai dengan syariah,anatara lain  pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil(mudharabah),pembiayaan berdasarkan primsip pernyataan modal(musyarakah),prinsip jual beli barang dengan memperleh keuntungan(murabahah),atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa adanya pilihan(ijarah),atau dengan adanya pilihan permindhab kepimilkan atas barang yang disewakan dari pihak bank oleh piak lain(ijarah wa iqtina).
Ini berarti,prinsip syariah dalam UU No.10 Tahun 1998 menegaskan apa harus dilakukan perbankan Syariah sehingga terkesan memberikan kerangkaan yang tidak boleh di langgar.sedangkan prinsip syariah dalam UU perbankan Syariah menegaskan apa yang harus dihindari perbankan syariah ketika melakukan kegiatan ekonomi apa saja serta memberikan ruang kepada fatwa ulama untuk menentukan didalamnya.dengan menggunakan kerangka diatas,maka UU Perbankan Syariah memberikan keluasan kepada Perbankan Syariah untuk melakukan berbagai maca kegiatan ekonomi,sepanjang tidak membentur garis batas,seperti grahar ,haram,zalim,dan lain-lin.ini berarti,perbankan Syariah harus terus melakukan ijtihad ekonomi,ijtihad ekonomi adalah usaha sungguh-sungguh dari para ahli untuk mendapatkan garis hukum yang belum jelas atau tidak ditentukan secara ekslisit dalam Al-Quran dan Sunnah/Hadis.
C.    KELEMBAGAAN PERBANKAN SYARIAH.
Secara Kelembagaan Perbankan Syariah di Indonesia dapat dibagi ke dalam 3 kelompok,antara lain[3]:
a)      Bank Umum Syariah (BUS).
 adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BUS dapay melakukan kegiatan usaha sebagai bank devisa atau non devisa.
b)      Unit Usaha Syariah (UUS).
Adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvesional yang berfunsi sebagai kantor induk dari kantor atau uniy yang melaksanaakan kegiatan usaha berdasarkn prinsip Syariah,atau Unit kerja kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvesional yang befungsi sebagai kantor induk sari kantor cabang pembantu syariah atau unit syariah. UUS dapat berusaha sebagai bank devisa atau bank non devisa .UUS mempunyai tugas sebagai berikut :
-        Menggatur dan mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang syariah
-        Melaksanakan fungsi treasury dalam rangka pengelolaan dan penempatan dana yang bersumber dari kantor cabang syariah.
-        Menyusun laporan keuangan konsolidasi dari seluruh cabang syariah.
-        Melakukan tugas penataan usahaan laporan keuangan kantor
cabang syariah.
c)      Bank Pembiayaan Rakyat Syariah(BPRS).
Adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sebenarnya,masih ada satu lagi kelembagaan keuangan islam yang belum terjemah peraturan perundang-undangan,yaitu baitul Malwat Tamwil(BMT). BMT hamper serupa dengan BPRS,dengan permodalan,cakupan operasi,dan lan-lain yang sering kali lebih kecil dibandingkan dengan BPRS.karena tidak tersentuh ranah hukum,maka pengelola dan pengurus BMT harus berjuang minimal agar dapat menjadi BPRS ,dan lebih bagus lagi jika menjadi BUS.
Kepanjangan BPRS dalam UU Perbankan Syariah adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah,bukan Bank Prekreditan Rakyat Syariah seperti yang selama ini dikenal dalam masyarakat atau bahkan dalam peratutan Bank Indonesia(PBI).yang berarti,semua peraturan perundang-undangan terutama PBI yang menyebutkan BPRS sebagai Bank Prekreditan Rakyat Syariah harus dig anti segara di ubah,
Pembiayaan merupaka istilah yang lebih sesuai untuk menggambarkan system bagi hasil dan bagi resiko.sedangkan Prekreditan lebih sesuai dengan system bunga berbunga yang dianut dalam perbankan konvesional.Pembiayaan dalam Pasal 1 angka 25 UU Perbankan Syariah diartikan sebagai “Penyediaan dana atau tagihan yang persamaankan dengan itu yang berupa;
-        Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabbah dan musyarakah.
-        Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittanlik.
-        Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabbahah,salam ,dan istishna.
-        Transaksi sewa –menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah  atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah tanpa imbalan atau bag hasil.
Berkaitan dengan kelembagaan,UU perbankan Syariah menentukan bahwa Bank konvesional yang akan melaksanakan layanan syariah,harus terlebih dahulu membuka UUS (pasal 5 ayat 9 UU Perbankan Syariah).selanjutnya,UU perbankan Syariah mendorong agar UUS menjadi BUS.Untuk itu,UU Perbankan Syariah bahwa”dalam hal Bank umum konvesional memiliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50 persen  dari total nilai aset bank induknya atau 15 tahun sejak berlakunya UU ini,maka Bank Umum KOnvesional dimaksud wajib melakukan permisahan UUS tersebut menjadi BUS” (pasal 68 UU Perbankan Syariah).
UU Perbankan Syariah menetapkan bahwa BUS ,UUS,atau BPRS tidak boleh dialihkan menjadi Bank Umum Konvesional atau BPR (Pasal 5 ayat 7dan 8 UU perbankan Syariah).
D.    PENDIRIAN PERBANKAN SYARIAH.
Ø  Perizinan Pendirian Bank Umum Syariah dan BPRS.
            Pasal 16 UU No. 10 tahun 1998 menetapkan bahwa persyaratan dan tata pendirian Bank Umum dan BPR syariah ditetapkan oleh Bnak Indonesia. Ketentuan yang lebih rinci mengenai tata cara pendirian dan kegiatan usaha bank syariah dijabarkan lebih lanjut dalam surat Keptusan Direksi Bank Indonesia yaitu S,Direksi BI No.32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum,SK Direksi BI No.32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan prinsip Syariah,SK Direksi BI No. 32/36/KEP/DIR tanggal 21 Mei 1999 tentang Bank Prekrediatan Rakyat berprinsip Syariah.Kedua SK Direktur BI yang terakhir kini telah diganti dengan peraturan Bank Indonesia(PBI) No.6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha berdasarkan Prisip Syariah.dan PBI No.7/35/2005 tanggal 25 September 2005 tentang Perubahan Atas PBI No.6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan Kegiatan Uasaha berdasarkan Prinsip Syariah dan Peraturan Bank Indonsia(PBI)No.6/17/PBI/2004 tanggal 1 juli 2004 tentang Bank Prekreditan Rakyat berdasarkan prinsip Syariah.
            Pendirian Bank Syariah untuk Bank Umum dan BPR Syariah ditentukan harus memenuhi persyaratan pemilik,pengurus,modal dan persyaratan lainya.permohonan pendiri Bank Umum atau BPR Syariah diajukan oleh calon pemilik bank dengan melalui 2 tahan perizinan yaitu: izin prinsip dan izin usaha.
Berikut Tabel  Persyaratan  Bank Umum dan BPR Syariah.[4]
Persyaratan
               Bank Umum Syariah
                 BPR Syariah
Pemodalan
a. Modal disetor semula Rp 3 triliun menjadi Rp 1 triliun.
b. Sumber dana untuk modal disetor tidak boleh berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank atau pihak lain di Indonesia.
c. Sumber dana Modal disetor tidak boleh dari sumber yang dharamkan termasuk untuk tujuan pencucian uang.
a. Modal disetor Rp 2 miliar ( diwilayah jabotarbek dan karawang). Rp  1 miliar ( di ibu kota provinsi diluar jaborabek dan Karawang). Rp 500 juta ( di wilayah lain).
b. Sumber dana untuk modal disetor tidak boleh berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apa pun dari bank atu pihak lan di Indonesia.
c.  Sumber dana modal disetor tidak boleh dari sumber yang diharamkan termasuk hasil kegiatan yang melanggar hukum.
Kepemilikan
a. Warga Negara Indonesia dengan Badan Hukum Asing secara kemitraan.
b. Kepemilikan asing sampai dengan 99% dari jumlah saham melalui investasi langsung maupun bursa.
c. Pemilik tidak termasuk Daftar orang tercela (DOT) dan memilih integritas.
a. Warga Negara Indonesia (Badan Hukum Indonesia atau Perorangan).
b. Pemilih tidak termasuk Daftar Orang Tercela(DOT) dan memilih Integritas.
Kepengurusan
a. Direksi tidak termasuk kedalam Daftar Orang Tercela(DOT)
b. Direksi memiliki kemampuan dan integritasi yang baik.
c. Direksi berpengalaman dalam operasional bank sebagai penjabat eksekutif.
d. Direksi dilarang
 memiliki hubungan dengan derajat kedua termasuk besan dengan anggota direksi lain atau anggota dewan komisaris.
          Idem
          Idem
          idem
Persyaratan
a. direksi merangkap cabatan sebagai anggota dewan komisaris,direksi,atau pejabat eksekutif pada bank,perusahaan atau lembagaa lan.
b. direksi dilarang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama memiliki saham 20% dari modal di setor pada perusahaan lain.
        Idem
          Idem
Kantor Cabang Perubahan.
Izin Direksi Bank Indonesia.
           Idem
Nama
Dilaporkan secara Tertulis kepada Direksi Bank Indonesia dan mendapatkan persetujuan Menteri kehakiman  .
           Idem
Perubahan Bentuk Hukum
Harus mendapat Persetujuan Direksi Bank Indonesia.
           Idem
Ø  Perizinan Perubahan perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvesional menjadi berdasaraan Prinsip Syariah.
            Ketentuan terpenting lainya juga perlu dikemukan oleh bagian lain adalah mengenai perizinan hal melakukan konversi.perizinan dimaksud baik dalam hal Bank Umum Konvesional (BUK) yang ingin mengubah kegiatan usahanya secara total menjadi berdasarkan syariah.hal ini diatur sedemikian rupa dalam peraturan Bank Indonesia No.4/1/2002 tentang Perubahan Kegiatan usaha Bank Umum Konvesional menjadi Bank Umum berdasarkan Prinsip syariah oleh Bank Umum Konvesional,yang kemudian telah disempurnakan dalam UU No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
            Menurut ketentuan Pasal 5 ayat 6 dan 9 UU perbankan Syariah tersebut,Bank Konvesional yang ingin mengubah kegiatan usahanya menjadi berdasarkan prinsip syariah hamya dapat dilakukan dengan izin bank Indonesia .sementara Bank Umum Konvesional yang akan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah wajb membuka Unit Usaha Syariah di kantor pusat bank dengan izin Bank Indonesia.
            Adapun bagi Bank Umum Konvesional yang ingin melakukan usahanya menjadi Bank Umum Syariah(BUS) baik secara total maupun hanya ingin membuka kantor cabang Syariah pada Kantor Bank Umum Konvesional tersebut,maka menurut Peraturan Bank Indonesai No.4/1/PBI/2004 perizinannya sebagai berikut:
·         Perubahan BUK menjadi BUS .
            Bank umum konvesional ingin mengubah kegiatan usahanya menjadi bank Umum yang berdasarkan prinsip syariah yang harus terlebih dahulu memperoleh izin dari Dewan Gubernur Bank Indonesia(BI).Adapun pemberian izin karena terdapat 2 tahap yaitu pertama,persetujuan prinsip,yakni persetujuan untuk melakukan persiapan perubahan kegiatan usaha,dan kedua izin perubahan kegiatan usaha,yakni izin untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah setelah persiapan persetujuan prinsip selesai dilakukan.
            Selanjutnya bank umum konvesional dimaksud mendapatkan izin untuk melakukan konversi menjadi bank umum syariah,maka bank umum konvesional tersebut wajib menyelesaikan hak dan kewajiban terhadpa nasabah konvesional selambat-lambatnya 360 hari setelah izin untuk melakukan perubahan tersebut dikeluarkan.
·         Pembukaan kantor cabang syariah pada Bank Umum Konvesional.
            Dalam hal bank Umum Konvesional ingin membuka kantor cabang syariah juga terlebih dahulu harus memperoleh izin dari Dewan Gubernur Bank Indonesia.sesuai dengan ketentuan PBI tersebut diatas,untuk membuka kantor cabang syariah pada bank umu  konvesional.dapat dilakukan dalam tiga cara yaitu,membuka kantor cabang baru,mengubah atau konversi kantor cabang konversional yang ada,dan meningkatakan status dan mengubah kantor cabang pembantu konvesional menjadi cabang syariah penuh.
E.     BADAN HUKUM DAN ANGGARAN DASAR.
                  Bentuk badan hukum Bank Syariahyang termasuk didalamnya BUS dan BPRS adalah perseroan yang terbatas.(Pasal 7 UU Perbankan)ini berarti bank Syariah juga harus tunduk kepada hal-hal yang sudah diatur dalam UU No.40 tahun 2007 tentang Perseran Terbatas,termasuk untuk memperoleh Badan Hukumsebagai informasi untuk mendapatkan badan hukum dari Menteri Hukum dan Hak Asas Manusi(HAM),Menurut Pasal 9 dan 10 No.40 Tahun  2007,hanya diperlukan 14 hari terhitung sejak persyaratan dipenuhi,anatara lain berupa pengisian format isian yang memuat nama dan temmpat kedudukan,jangka waktu,maksud dan tujuan,jumlah modal dasar,modal ditempatkan,dan modal disetorkan alamat lengkap perseroan,serta dokumen pendukungnya.[5]
                Dalam Aturan Peralihan telah diaturmengenai batasan UUS beralih menjadi Bank Umum Syariah,mengingat UUS hanya bersifat sementara, yaitu :
·         Dalam hal Bank Umum Konvensional memiliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluhpersen) dari total nilai aset bank induknya, maka Bank Umum Konvensional dimaksud wajib melakukan Pemisahan UUS tersebut menjadi Bank Umum Syariah; atau
·         15 (lima belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Perbankan Syariah, maka Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS wajib melakukan pemisahan UUS yang dimilikinya menjadi Bank Umum Syariah.
-
Bank syariah,sebagaimana diamanatkan pasal 8 UU Perbank Syariah,juga harus mempunyai anggaran dasar yang memuat ketentuan antara lain;
a.       Pengangkatan anggota direksi dan komasaris  hrus mendapatkan persetujuan Bank Indonesia,
b.      Rapat Umum pemegang saham Bank Syariah harus menetapkan tugas manajemen,remunerasi komisaris dan dreksi ,laporan public,penggunaan laba,dan hal lainnya yang ditetapkan dalam peraturan Bank Indonesia yang mengatur,antara lain; pembehentian anggota direksi dan komisaris yang tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan.dan pengalihan kepemilikan saham pengendali bank yang harus mendapatkan persetujuan bank Indonesia.
c.       Pengendalian izin usaha dari nama lama ke nama bru,perubahan modal  dasar,dan perubahan status menjadi bank terbuka harus mendapatkan persetujan Bank Indonsia.
d.      Perubahan modal disetor Bank yang meliputi penambahan,pengurangan,dan komposisi harus mendapatkkan persetujuan Bank Indonesia.
e.       Pelarangan penjamin saham yang memiliki oleh pemegang saham pengendali(Pasa 8 UU Perbankan Syariah dan penjelasanya.)
Sedangkan Anggaran dasar perseroan yang diatur dalam Pasal 15 ayat 1 UU No. 40 Tahun 2007 yang juga harus dipatuhi perbanan syariah secara seluruhan karena berbadan hukum perseroan adalah memuat sekurang-kuranganya antara lain :
a.       Nama datempat kedudukan perseroan.
b.      Maksud tujuan dan usaha perseroan.
c.       Jangka waktu berdirinya perseroan.
d.      Jumlah modal asal,modal tempatkan,dan modal disetorkan.
e.       Jumlah saham klasifikasi,hak-hak yang melekat pada setiap saham dan nilai nominal setiap saham.
f.       Nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komiaris.
g.      Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham(RUPS).
h.      Tata cara pengangkatan,penggantian,pembehantian anggota direksi dan Dewan Komisaris,serta
i.        Tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.
Perlu ditegaskan dalam UU Perbankan Syariah maupun dalam UU No.40 tentang Perseroan terbatas,istilah yang digunakan adalah anggaran dasar sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan memuat pula ketentuan atau anggaran dasar yang sekurang-0kuranganya ..’’ berarti perbankan Syariah dapat memuat hal lain yang dianggap perlu atau hal lainya yang diperintahkan peraturan Bank Indonesia yang belum tercantum secara tegas dalam kedua UU diatas,dengan syarat tidak bertentangan dengan UU dan prinsip Syariah.
Menindak lanjuti penjelasan diatas,Pasal 57 UU No.40 Tahun 2007 telah memberikan hal yang dapat dimasukan dalam anggaran dasar,bahwa;anggaran dasar Bank Syariah selain memenuhi persyaratan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam ketentuan antara lain ;
a.       Keharusan penawaran terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu,
b.      Keharusan mendapatkan perstujuan dahulu dari organ perseroan
c.       Keharusan mendapatkan persetujuan lebih dahulu dari instasi yang berwenang sesaui dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 7 dan 8 UU perbankan Syariah diatas hanya mengatur Bank Syariah,sehingga tidak menjangkau UUS .Namun,dengan memperhatikan  UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan terbatas,maka sebenarnya ketentuan tentang badan Hukum dan anggaran dasar untuk Bank Syariah berlaku juga untuk UUS.hanya saja,Bentuk badan hukum  UUS tidak disebutkan secara ekslisit dalam UU Perbankan Syariah,karena ia masih menginduk pada badan hukum Bank Umum Konvesional yang memilkinya.Jadi secara implicit,ketentuan tentang badan hukum dan anggaran dasar Bank Syariah berlaku juga untuk UUS karena penjabaran lebih lanjut tentang bentuk hukum dan anggaran dasar perseroan mengacu pada UU No.40 tahun 2007 yang berlakunya untuk semua bank,baik Bank Syariah maupun Bank Konvesional dengan UUSnya,BPR ,dan BPRS.Singkatnya,Bank Syariah harus mempunyai bentuk badan hukum dan anggaran dasar yang diatur dalam UU Perbankan Syariah plus UU No.40 tahun 2007,sedangkan UUS harus melakukan hal yang sama karena merujuk pada UU No.40 Tahun 2007 Plus UU Perbankan Syariah.
Mengenai jenis dan kegiatan usaha bank umum syariah,UUS dan bank pembiayaan bank syariah di atur dalam pasal 19,20 dan 21. Dalam pasal 19 ayat 1 disebutkan usaha bank umum syariah itu meliputi :
a.       Menghimpun dana dalam bentuk simpana berupa giro, tabungan, atau bentuk lainnya yang persamakann dengan itu, beerdasarkan akad wadiah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
b.      Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa devisito, tabungan, atau bentuk lain yang di persamakan dengan itu berdasarkan akad mudarabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
c.       Menyalurkan pemibiayaann bagi hasil berdasarkan akad mudarabah, akad musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan prinsip syariah.
d.      Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murobahah, akad salam, akad istihna, atau akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
e.       Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad Qardh atau akad lain tidak bertentangan prinsip syariah.
f.       Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muthaiyah bittamblik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
g.      Melakuka pengambilan utang berdasarkan akad hiwalah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
h.      Melakukan kartu usaha debit atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
i.        Membeli, menjual atas resiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan berdasarkan transaksi nyata antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudarabah, murabaha, kafalha atau hawalah.
j.        Memberi surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah atau bank Indonesia.
k.      Meneriama pembayaran tagihan atas surat berharga dan melalukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah.
l.        Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang berdasarkan prinsip syariah.
m.    Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah.
n.      Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri atau untuk kepentingan nasabah berdasarkan prinsip syariah.
o.      Melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah.
p.      Memberikan fasilitas leter of credit  atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah
q.      Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbank kan dan dibidang social sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
            Kemudian dalam pasal 20 ayat 1 disebutkan selain melakukan kegiatan usaha bank umum syariah dapat pula meliputi :
a.       Melakuakn kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah.
b.      Melakukan kegiatan perrnyetaan modal pada bank umum syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip syariah.
c.       Melakukan pernyetaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali pernyataannya.
d.      Bertindak sebbagai pendiri dan pengururs dana pension berdasarkan prinsip syariah.
e.       Melaukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal.
f.       Menyelengarkan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan sarana elektronik.
g.      Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan prinsip syariah baik secara langsung mau[un secara tidak langsung melalui pasar modal.
h.      Menerbitkan menawarkan, dana memperdagangkan surat berharga jangka panjang baik secara langsung mapun secara tidak langsung melalui pasar modal.
i.        Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank umum syariah lainnya yang berdasarkan prinsip syariah.
Kegiatan usaha UUS palas 19 ayat1yang  meliputi :
a.       Menghimpun dana dalam bentuk simpana berupa giro, tabungan, atau bentuk lainnya yang persamakann dengan itu, beerdasarkan akad wadiah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
b.      Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa devisito, tabungan, atau bentuk lain yang di persamakan dengan itu berdasarkan akad mudarabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
c.       Menyalurkan pemibiayaann bagi hasil berdasarkan akad mudarabah, akad musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan prinsip syariah.
d.      Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murobahah, akad salam, akad istihna, atau akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
e.       Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad Qardh atau akad lain tidak bertentangan prinsip syariah.
f.       Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muthaiyah bittamblik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
g.      Melakuka pengambilan utang berdasarkan akad hiwalah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
h.      Melakukan kartu usaha debit atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
i.        Membeli, menjual atas resiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan berdasarkan transaksi nyata antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudarabah, murabaha, kafalha atau hawalah.
j.        Memberi surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah atau bank Indonesia.
k.      Meneriama pembayaran tagihan atas surat berharga dan melalukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah.
l.        Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah.
m.    Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri atau untuk kepentingan nasabah berdasarkan prinsip syariah.
n.      Memberikan fasilitas leter of credit  atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah
o.      Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbank kan dan dibidang social sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kegiatan usaha UUS pasal 20 ayat 1  yang  meliputi :
a.       Melakuakn kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah.
b.      Melakukan kegiatan pasar modal sepanjang tidak bertentangan denga prisip syariah dan ketentuan peraturan perundangan-udangan dibidang pasar modal.
c.       Melakukan pernyetaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali pernyataannya.
d.      Menyelengarkan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan sarana elektronik.
e.       Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan prinsip syariah baik secara langsung mau[un secara tidak langsung melalui pasar modal.
f.       Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank umum syariah lainnya yang berdasarkan prinsip syariah.
selanjutnya  kegiatan usaha BPRS Pasal 21 meliputi :
a.       Menghimpun dana dari ,masyrakat dalam bentuk :
1.      Simpanan berupa tabungan atau yang di persamakan dengan itu berdasarkan akad wadiah atau akad lainnya yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2.      Investasi berupa tabungan dalam bentuk lainnya yang di oersamakan ddengan itu berdasarkan akad mudarabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
b.      Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk :
1.      Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudarabah atau musyarakah.
2.      Pembiayaan berdasarkan akad murabaha, salam atau istina.
3.      Pembiayaan berdasarkan akad qardh.
4.      Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah, atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamblik.
5.      Pengambilan utang berdasarkan akad hawalah.
c.       Menepatkan dana pada bank syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan akad wadiah atau investasi berdasarkan akad mudarabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
d.      Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri atau untuk kepentingan nasabah melalui rekening bank pembiayaan rakyat syariah yang ada di bank umum syariah, bank umum konvensional dan UUS.
e.       Menyediakan produk atau melalukan kegiatan usaha produk bank syariah lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah berdasarkan bank Indonesia.
BAB III
          PENUTUP
A. Kesimpulan.
           
System operasional Bank Syariah menurut Peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tidak jauh berbeda dengan bank konvesional,termasuk kegiatan usahanya secra garis besar bank syaiah dengan bank Konvesional sama-sam memobilitasi dana dan mendistribusikan kembali dana tersebut dan dikembalikan kepada masyarakat.lembaga,usaha-usaha produktif lainnya serta memberikan layanan jasa perbankan lainya kepada masyarakat.yang mana bank konvesional terletak pada prinsip-prinsip yang dijadikan dasar dalam menjalankan kegiatan usahanya tersebut, Dalam hal ini Bank Syariah,baik dalam melakukan kegiatan penghimpun dana (funding) atau penyaluran dana(lending) maupu dalam memberikan layanan jasa perbankan lainya,sama sekali tidak menggunakan teknik-teknik financial dengan system bunga seperti bank Konvesional,dengan teknik-teknik financial yang emata-mata didasarkan pada prinsip-prinsip syariah,yang antara lain seperti prinsip Wadi’ah, Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, istishna,Salam ,Wakalah dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.Cik Basir, S.H.,M.H.I 2009.Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Peradilan Agama dan Mahkamah Syari’ah.Kencana,Jakarta.
UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,Lembaran Negara Repbulik Indonesia Tahun 2008 No.94 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4867.
UU No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,Lembaran Negara Tahun 2007 No. 106.



[1] Pasal-Pasal dalm UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
[2] UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan dikutip dari lembaran Negara tahun 1998 No.182 dan Tambahan lembaran Negara No.3790.
[3]  Zubairi Hasan,Undang-Undang Perbankan Syariah,(Jakarta;Rajawali Pers,2009)hlm 29-30.
[4] Tabel diambil dari Dhani Gunawan Idar,”Memahami Regulasi Perbankan Syariah Berdasarkan UU perbankan,’’makalah disampaikan di UIN,9 Juni 2012.

No comments:

Post a Comment